Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI: Meski Dirugikan, Konsumen Indonesia Takut Melapor

Kompas.com - 19/01/2018, 15:31 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, indeks keberdayaan konsumen di Indonesia masih jalan di tempat.

Menurut Tulus, banyak konsumen di Indonesia yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha tetapi takut untuk melaporkan kasusnya.

"Indonesia saat ini kalau bicara indeks keberdayaan konsumen itu sayangnya di Indonesia selama lima tahun terakhir skor hanya 32 sampai 33," ujar Tulus saat konferensi pers di Kantor YLKI, Duren Tiga, Jakarta, Jumat (19/1/2018).

Walaupun memiliki skor 32 sampai 33, Tulus menilai, konsumen di Indonesia masih tidak berani melaporkan kasusnya karena adanya fenomena kriminalisasi.

Baca juga: YLKI: Penyederhanaan Golongan Listrik Akan Bikin Tarif Mahal

"Dengan skor ini kami bisa ukur tingkat keberanian. Tapi dalam hal konkret konsumen belum berani mengadu," sebut.

Jika dibandingkan negara-negara di wilayah Eropa Barat, indeks keberdayaan konsumen sudah melampaui Indonesia atau berada diatas 50 poin.

"Negara Eropa Barat, Amerika Serikat, Singapura, sudah 55. Singapura ada 19.000 aduan per tahun. Belanda 3.500 pengaduan. karena disana sudah cukup kritis dan baik," jelasnya.

Berdasarkan data YLKI, sepanjang tahun 2017, YLKI telah menerima laporan pengaduan 642 aduan di luar pengaduan biro perjalanan umrah.

Dari 642 aduan tersebut, aduan yang berasal dari belanja online mendominasi dengan 101 aduan.

Sementara dari toko online yang paling sering diadukan, urutan pertama ada Lazada dengan 18 aduan, Akulaku 14 aduan, Tokopedia 11 aduan. Kemudian, Bukalapak 9 aduan, Shopee 7 aduan, Blibli.com 5 aduan, JD.ID 4 aduan, dan Elevenia dengan 3 aduan.

Adapun permasalahan yang sering diadukan kepada YLKI adalah pesanan barang yang belum sampai, cacat produk, sulitnya proses pengembalian barang, hingga proses refund atau pengembalian uang.

Kompas TV YLKI menilai praktik ini merupakan praktik penipuan yang bisa dikenakan pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com