Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Direktur Eksekutif Economic Action

Direktur Eksekutif Economic Action (ECONACT) Indonesia. Analis Ekonomi BNI Securities Jakarta Barat, dan Staf Ahli Komite Ekonomi dan Industri Nasional Republik Indonesia

Logika "Abu-Abu" Impor Beras

Kompas.com - 25/01/2018, 16:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorErlangga Djumena

Namun sepanjang pengamatan saya, bahkan Serikat Petani Indonesia (SPI) pun tak percaya dengan klaim Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Menurut SPI, stok nasional hanya tersisa di kisaran 2 juta ton saja. Sehingga terima atau tidak, kelangkaan adalah hasilnya dan kenaikan harga adalah risikonya.

Logika tersebut cukup bisa diterima. Pertama, jika stok beras cukup, bahkan surplus, lantas apa penyebab kenaikan harga beras yang offside dari HET beras tersebut?

Sebut saja, misalnya, stok memang cukup dan bahkan berlimpah, kenaikan harga otomatis menjadi buah dari permainan distributor. Ada penimbunan atau ada kongkalikong tingkat dewa di ranah tata niaga beras nasional.

Baik soal kekurangan pasokan atau soal tata niaga yang buruk, telunjuk tetap saja akan diarahkan ke hidung Menteri Pertanian sebagai tersangka utama dan Menteri Perdagangan sebagai calon tersangka selanjutnya.

Kedua, jika stok terbilang cukup bahkan berlebih, lantas mengapa Menteri Perdagangan berani memutuskan untuk mengimpor beras?

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita tentu punya basis data tersendiri yang akan diaku lebih akurat dibanding klaim Amran. Dalam logika lain, kebijakan impor akan mengonfrontasi klaim Amran.

Saya pun cukup yakin bahwa publik akan terbawa untuk menilai klaim tersebut sebagai sesuatu yang hanya berguna untuk menyenangkan presiden dan menghibur diri sang menteri sendiri.

Keberanian Enggar untuk menaikkan kuota impor beras sudah barang tentu disebabkan oleh kegentingan yang mesti disegerakan penyelesaiannya. Dengan kata lain, Enggar percaya bahwa stok tak sesuai dengan kebutuhan alias kurang. Oleh karena itu, dibutuhkan pasokan tambahan dari kran impor.

Pun secara politik, Enggar terlihat ingin mengamankan posisinya. Keputusan impor beras adalah keputusan yang lahir dari kesimpulan bahwa stok beras memang berada di bawah ambang batas bawah sehingga akhirnya menyebabkan harga beras menjulang.

Jika Enggar ikut mengatakan bahwa kenaikan harga beras adalah akibat dari tata niaga beras yang buruk, maka serta-merta muka Enggar lah yang akan kena tunjuk sebagai penanggungjawabnya. Ini karena tata niaga beras adalah domain utama Kementerian Perdagangan.

Jadi dengan segera mengimpor beras, tanpa mencari secara detail apa penyebab kelangkaan dan tanpa grasak-grusuk ikut membantah klaim Amran, maka Enggar dapat exit gate yang cantik.

Jika impor beras telah dijadikan kebijakan dan dipercaya sebagai obat mujarab untuk meredakan harga yang menjulang, maka publik akan tergiring untuk percaya bahwa stok memang kurang dan menjadi penyebab satu-satunya kenaikan harga beras. Hasilnya secara logis adalah bahwa persoalannya akan dicandra berada di Kementan, bukan di Kemendag.

Dengan kata lain, persoalan fundamental yang ingin disampaikan oleh Enggar adalah tentang persoalan stok, bukan tentang tata niaga.

Dengan logika itulah, Enggar akhirnya membalut kebijakan impor beras khusus dengan memberikan izin kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia atau Bulog untuk mengimpor 500.000 ton beras.

Apakah urusan beres? Nampaknya tidak. Toh akhirnya masalah kenaikan harga beras dan impor beras khusus tersebut justru membingungkan publik saat Mentan keukeuh  mengatakan bahwa impor tak berarti tak swasembada.

Jadi kebijakan impor beras dianggap sesuatu yang tak terkait dengan swasembada. Kemudian Enggar juga keukeuh  berpendapat bahwa impor adalah bagian dari jaga-jaga menjelang panen raya. Jika berjaga-jaga alias tak mau ambil risiko kekurangan persediaan, sebagaimana ocehan Enggar ke media, berarti memang ada ancaman kekurangan stok.

Enggar mengungkapkan, beras tersebut akan dipasok dari dua negara, yaitu Thailand dan Vietnam. Anehnya, beras ‎tersebut adalah komoditas beras yang tidak ditanam di Indonesia.

Menurut Enggar, impor beras dilakukan guna mengisi pasokan beras di dalam negeri sambil menunggu masa panen pada Februari-Maret 2018. Dengan adanya tambahan beras impor tersebut diharapkan tidak ada kekhawatiran soal kelangkaan dan kenaikan harga beras.

Menurut hemat saya, kondisinya menjadi sangat lucu. Pertama, Mentan keukeuh mengatakan impor tak berarti tak swasembada, yang berarti ingin menang sendiri. Impor OK, swasembada pun OK.

Artinya, jangan katakan tak ada swasembada, sekalipun ada ancaman kekurangan pasokan yang harus dikawal dengan tindakan siaga, yakni impor beras.

Kedua, Enggar pun tak kalah lucunya. Yang akan diimpor adalah beras yang tak ditanam di Indonesia. Padahal dikatakan bahwa Enggar tak mau ambil risiko kekurangan pasokan. Yang dimaksud pasokan adalah persediaan yang sudah biasa ada.

Lantas mengapa Mendag malah ingin mengadakan beras yang memang sebelumnya tak ada dan tak ditanam di Indonesia? Varian beras yang berbeda dari harga yang nyaris sama memang akan berpeluang untuk menurunkan harga, tapi di sisi lain membuka peluang untuk justifikasi yang kurang etis bagi Bulog untuk tidak menampung beras domestik.

Terlebih lagi, kesannya seperti ingin berjualan alias memperkenalkan produk beras varian baru, bukan untuk melengkapi stok yang terancam kurang.

Lantas pertanyaannya, ini tentang impor beras untuk melengkapi persediaan dan stabilisasi harga atau tentang bisnis impor beras? Ini tentu menjadi salah satu kontradiksi baru yang terletak di pihak Kemendag.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com