Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CIPS: Target Swasembada Beras Tidak Didukung Data Produksi yang Akurat

Kompas.com - 05/02/2018, 20:40 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi menilai, target swasembada beras yang dicanangkan pemerintah semakin tidak realistis.

Salah satu alasannya adalah tidak adanya data produksi beras yang akurat dan juga permasalahan data pangan yang berbeda antara satu instansi dengan instansi lainnya.

"Indonesia memiliki tingkat efisiensi yang rendah pada proses pasca panennya. Dari sekitar 57 juta ton padi yang dihasilkan, sekitar 8,5 juta ton-nya (15 persen) terbuang percuma dalam proses pasca panen," ujar Hizkia melalui keterangan resmi, Senin (5/2/2018).

Dia mengungkapkan, jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand dan Vietnam, masing-masing hanya kehilangan sekitar 319.000 ton (Malaysia), 3,9 juta ton (Thailand), dan 4,9 juta ton (Vietnam).

Baca juga : Memasuki Musim Tanam, Kementan Targetkan Swasembada Beras Berlanjut

“Salah satu penyebab rendahnya tingkat efisiensi pada proses pasca pangan adalah masih terbatasnya penguasaan teknologi pada petani,” ungkap Hizkia.

Terkait data produksi pangan, Kementerian Pertanian mengklaim data produksi beras dan stok beras dalam keadaan aman.

Hal ini dilatarbelakangi oleh hasil panen selama Januari hingga Maret diperkirakan akan menghasilkan 750.000 ton gabah. Padahal jika melihat ke pasar, hal ini tidak sesuai dengan kenyataan.

Berdasarkan data yang diambil dari foodstation.co.id, jumlah cadangan beras di Pasar Induk Beras Cipinng tidak sampai 25.000 ton. Padahal angka aman stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang minimal 25.000 ton.

Baca juga : Mentan: Tiga Negara Ingin Belajar Swasembada Beras Indonesia

Berdasarkan data 4 Februari 2018, stok awal adalag 22.707 ton. Lalu ada pemasukan sebesar 1.633 ton dan pengeluaran sebesar 331 ton. Jumlah stok akhir adalah 24.009 ton.

“Melihat kenyataan ini, seharusnya pemerintah bersikap lebih realistis untuk mencegah melambungnya harga beras karena ketidakcukupan stok. Masyarakat berhak mengakses beras berkualitas dengan harga terjangkau, terutama mereka yang termasuk dalam masyarakat miskin,” jelasnya.

Kendati demikian, CIPS melihat, berbagai persoalan pangan di Indonesia bisa diselesaikan dengan mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap beras.

Diversifikasi pangan diprediksi bisa menjadi pilihan daripada hanya fokus pada satu jenis komoditas pangan saja.

"Diversifikasi pangan dapat dilakukan dengan memaksimalkan hasil panen komoditas yang bisa dijadikan sebagai pengganti makanan pokok," paparnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com