Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chatib Basri Optimistis Indonesia Masih Diminati Investor

Kompas.com - 08/02/2018, 08:30 WIB
Pramdia Arhando Julianto,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat ekonomi dan juga Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri meyakini, Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak akan ditinggalkan investor.

Menurutnya, berbagai faktor tengah mendukung ekonomi nasional menggeliat, mulai dari setoran pajak, laju inflasi, hingga pertumbuhan pasar modal.

"Saya pikir Indonesia termasuk emerging market yang tidak akan ditinggalkan (investor). Kalau menurut data makronya mestinya begitu," ujar Chatib saat menjadi pembicara di acara Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Sebagai mantan Menteri Keuangan dirinya menilai ekonomi nasional saat ini sudah lebih baik dari lima tahun lalu.

Baca juga : IMF Puji Ekonomi Indonesia Berkinerja Baik

"Saya punya pengalaman di 2013, ketika current account deficit (defisit neraca berjalan) kita 4 persen. Makanya pada waktu itu kamj harus potong subsidi BBM, kemudian naikin bunga," kata Chatib.

Menurutnya, saat ini kondisi perkonomian nasional sudah lebih baik dengan defisit neraca berjalan kurang dari 2 persen, dan inflasi 2 persen.

Namun demikian, dirinya berharap kepada para pelaku usaha maupun investor untuk tetap optimis dan yakin dengan laju perekonomian Indonesia kedepan.

"Yang harus dijaga satu, jangan sampai terjadi panic selling. Market itu ada yang namanya animal spirit, kekhawatiran. Itu yang kemudian bisa mendorong orang berpikir akan terjadi krisis. Sebetulnya secara rasional itu tidak akan terjadi," paparnya.

Baca juga : Ekonomi Indonesia 2017 Tumbuh 5,07 Persen, Tertinggi Sejak Tahun 2014

Tingkatkan Industri Manufaktur

Sementara itu, Chatib menambahkan, melihat laju pertumbuhan ekonomi yang stagnan di kisaran 5 persen, pemerintah diniai harus cepat meningkatkan industri manufaktur nasional.

Menurut Chatib, beberapa negara di kawasan Asia Tenggara seperti Filipina dan Vietnam bisa memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena mengedepankan sektor perdagangan dan industri berbasis manufaktur.

"Kita lihat di negara ASEAN di kuartal III 2017, Singapura ekonominya sudah tumbuh 5,2 persen, lompat dari 3 persen. Thailand di angka 6 persen, Malaysia tumbuh 6,2 persen. Filipina 6,9 persen, sementara Vietnam sudah tumbuh 7,5 persen. Mereka basis industrinya adalah manufacturing," ungkapnya.

Akan tetapi, pemerintah dinilai tak perlu gegabah untuk meningkatkan industri manufaktur nasional. Hanya saja diperlukan kejelian dalam melihat potensi pasar dan meningkatkan sektor manufaktur yang didukung dengan sumber daya manusia.

Baca juga : Kemenperin: Industri Manufaktur Penyumbang Pajak Terbesar

"Contohnya garmen. Ambil contoh dari produk seperti batik dan berbagai kerajinan lainnya. Market seperti ini yang harus dimanfaatkan," jelasnya.

Kompas TV Presiden Joko Widodo menegur Kementerian Perdagangan karena angka ekspor Indonesia masih kalah dengan angka ekspor negara negara di Asia Tenggara.


 

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com