Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tantangan Dunia Pertanian Indonesia

Kompas.com - 14/03/2018, 21:29 WIB
Josephus Primus

Penulis

CIKAMPEK, KOMPAS.com - Di masa kini, tantangan bagi dunia pertanian Indonesia adalah tingginya permintaan akan pangan berkualitas. "Untuk mendapatkan pangan berkualitas, pengelolaan tanaman mulai dari bibit harus berkualitas pula," kata Country Head Syngenta Indonesia Parveen Kathuria pada Rabu (14/3/2018).

Dalam kesempatan itu, Parveen yang mendampingi ASEAN Territory Head Syngenta Alex Berskovskly meluncurkan herbisida pengendali gulma tanaman pangan, Apiro.

Parveen membeberkan, pengendalian gulma sebagaimana riset pihaknya adalah pekerjaan yang berat, melelahkan, dan memakan biaya. "Ada 30 persen dari total petani di Indonesia mengendalikan gulma dengan cara mencabut dengan tangan," ujar Praveen.

Gulma pengganggu tanaman pangan antara lain semanggi, eceng, teki, jekeng. dan bebontengan. PT Syngenta Indonesia memperkenalkan produk pengendalian gulma, Apiro, Rabu (14/3/2018) yang dijual dalam botol 100 mililiter (Rp 145.000/botol) dan 250 mililiter (Rp 225.000/botol). Kompas.com/Josephus Primus Gulma pengganggu tanaman pangan antara lain semanggi, eceng, teki, jekeng. dan bebontengan. PT Syngenta Indonesia memperkenalkan produk pengendalian gulma, Apiro, Rabu (14/3/2018) yang dijual dalam botol 100 mililiter (Rp 145.000/botol) dan 250 mililiter (Rp 225.000/botol).

Saat ini, sebagaimana warta Kompas.com, per 2015, populasi petani di Indonesia mencapai 27 juta orang. (Baca: Populasi Petani Indonesia Terus Menurun, Apa Solusinya?)

Catatan yang dikutip Parveen, antara lain CropLife Asia, menunjukkan bahwa gulma menjadi sumber kerugian ekonomis bagi petani. Angkanya mencapai 75,6 juta dollar AS per tahun. Gulma menyebabkan kehilangan hasil produksi pertanian dunia hingga 40 persen.

Country Head Syngenta Indonesia Parveen Kathuria, pada Rabu (14/3/2018)  memegang dua botol Apiro, herbisida pengendalian gulma. Per hektar tanaman pangan membutuhkan 350 ml Apiro. Harga per hektar penggunaan mencapai Rp 370.000 hingga Rp 390.000.Kompas.com/Josephus Primus Country Head Syngenta Indonesia Parveen Kathuria, pada Rabu (14/3/2018) memegang dua botol Apiro, herbisida pengendalian gulma. Per hektar tanaman pangan membutuhkan 350 ml Apiro. Harga per hektar penggunaan mencapai Rp 370.000 hingga Rp 390.000.

Swasembada pangan

Sementara itu, terkait swasembada pangan, Alex Berskovskly mengatakan pihaknya menyasar target peningkatan produksi hingga 50 persen untuk 20 juta petani kecil di ASEAN pada 2020. Target ini direalisasikan melalui program Good Growth Plan.

"Di Indonesia, kami sudah menjalin kerja sama dengan pemerintah, petani, dan mitra kami," tutur Alex Berskovskly.

Salah satu perwujudan swasembada pangan itu, kata Head of Marketing, CU Indonesia PT Cyngenta Indonesia Dedy Koerniawan dalam kesempatan itu ada di bidang budidaya jagung. "Kami mengandalkan produk kami, jagung NK 212," tuturnya.

Kata Dedy, NK 212 adalah komitmen pihaknya membantu pemerintah dalam gerakan untuk jagung subsidi. NK 212 diproduksi PT Syngenta Indonesia di fasilitas produksi bibit di Pasuruan, Jawa Timur. "Produksi kami cukup untuk membantu pemerintah dalam program jagung bersubsidi," pungkas Dedy Koerniawan.

(Baca: Sebanyak 60.000 Ton Jagung Indonesia Menuju Filipina)


Jagung adalah satu dari tiga tanaman kebutuhan pangan global. Syngenta meluncurkan bibit jagung NK Perkasa mulai 2017 yang tahan terhadap serangan hama bulai.Syngenta Indonesia Jagung adalah satu dari tiga tanaman kebutuhan pangan global. Syngenta meluncurkan bibit jagung NK Perkasa mulai 2017 yang tahan terhadap serangan hama bulai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com