Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nufransa Wira Sakti
Staf Ahli Menkeu

Sept 2016 - Jan 2020: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan.

Saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak

Memaknai Pernyataan Menteri Keuangan Tentang Utang

Kompas.com - 24/03/2018, 18:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PESAN melalui WhatsApp tentang “Mempermasalahkan Utang” dikirimkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Menkeu SMI) sejak pukul 06.42 pagi hari dan terus dilakukan update sepanjang hari Jumat 24 Maret 2018.

Akhirnya setelah mendapatkan kelengkapan data, versi final Beliau kirimkan pada pukul 14.34 WIB. Waktu yang sudah larut di benua Amerika, lokasi Menkeu SMI saat itu.

Dengan segera, kami membuatnya dalam format Siaran Pers untuk dibagikan kepada pihak media. Selain itu, agar lebih mudah dipahami masyarakat, kami menyiapkan infografis untuk disebarkan di media sosial.

Berita tentang utang pemerintah memang telah mengisi banyak pemberitaan media cetak dan online selama seminggu terakhir ini dan mencapai puncaknya ketika ada rilis dari INDEF yang antara lain menyatakan bahwa utang terus meningkat namun produktivitas dan daya saing perekonomian semakin menurun.

Kritik tajam dari pengamat ekonomi, lembaga penelitian dan partai politik tentang utang, tak pelak telah membuat Menteri Keuangan menyediakan waktu untuk menulis sendiri pernyataannya di tengah kunjungan dinasnya di Amerika Serikat. Memang kondisi utang saat ini angkanya meningkat, namun masih dalam kondisi aman dan terkendali. 

Baca juga : Sri Mulyani: Masalah Utang Jangan Jadi Manuver Politik yang Destruktif

Dalam pesannya, Menkeu SMI menyatakan bahwa tidak perlu ada rasa kekhawatiran yang berlebihan terhadap utang pemerintah.

Ditegaskan bahwa kita harus melihat utang dalam konteks keuangan negara secara lengkap dan proporsional, karena utang bukan merupakan tujuan dan juga bukan satu-satunya instrumen kebijakan dalam mengelola perekonomian. 

Hal ini juga pernah diungkapkannya saat menjadi panelis dalam satu dialog di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Beliau mencontohkan, untuk melihat seorang manusia, tidak bisa menilainya hanya dari kupingnya saja, sambil menunjuk telinga Effendi Ghazali yang saat itu menjadi moderator acara dialog.

Sebagai contoh kali ini, Menkeu SMI menyebutkan tentang aset pemerintah yang merupakan akumulasi dari hasil belanja pemerintah, termasuk dari utang. Nilai aset tahun 2016 adalah sebesar Rp 5.456,88 triliun.

Selanjutnya, dinyatakan oleh Menkeu SMI bahwa belanja infrastruktur tidak hanya berada di Kementerian/Lembaga di pemerintah pusat, tapi juga dilakukan oleh pemerintah daerah.

Selain itu, dalam komponen pembelanjaan infrastruktur, tidak semuanya masuk dalam akun belanja modal, tapi juga ada pada belanja barang.

Hal ini disebabkan karena diperlukan perencanaan dan pengawasan yang masuk dalam kategori belanja barang. Sehingga jumlah nominal utang tidak bisa dibandingkan hanya dengan angka nominal belanja modal saja.

Baca juga : Sri Mulyani: Soroti Utang Tanpa Lihat Konteks, Tidak Lengkap dan Bisa Menyesatkan

Sejak pemerintahan Presiden Jokowi, alokasi belanja pemerintah daerah memang sangat besar. Komitmen untuk membangun Indonesia dari pinggiran diwujudkan dalam alokasi belanja dan dana desa yang memadai. Menkeu SMI juga sangat memperhatikan hal ini.

Yang tidak kalah pentingnya dan selalu disebutkan dalam berbagai kesempatan adalah posisi utang dalam kaitannya dengan Produk Domestik Bruto, defisit APBN dan UU yang mengaturnya. Berbagai data terkait hal ini disebutkan:

1. Penurunan defisit APBN 2017 dari 2,92 persen menjadi 2,5 persen yang otomatis juga menurunkan jumlah utang dari rencana pada tahun tersebut. Batasan defisit menurut UU adalah 3 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com