JAKARTA, KOMPAS.com - Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menyatakan, arah kebijakan bank sentral AS Federal Reserve terus menjadi risiko yang dimonitor oleh BI. Hal ini khususnya terkait dengan kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) pada tahun ini.
Dody menuturkan, bank sentral masih memprediksi The Fed akan 3 kali menaikkan FFR pada tahun ini. Akan tetapi, konsensus pasar adalah The Fed menaikkan FFR sebanyak 4 kali pada tahun ini.
"Ini menjadi risiko yang harus kita lihat," kata Dody usai menjalani uji kepatutan dan kelayakan calon Deputi Gubernur BI di Gedung DPR MPR RI, Selasa (27/3/2018).
Baca juga : BRI Sambut Positif Bank Indonesia Tahan Suku Bunga di 4,25 Persen
Terkait respon BI mengenai kebijakan moneter The Fed melalui jalur suku bunga tersebut, Dody menyebut arah kebijakan BI tetap netral. Selain itu, Dody juga menyatakan bahwa tidak ada ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate.
Dody mengungkapkan, apabila kenaikan FFR sudah dikalkulasi oleh pasar, seharusnya kenaikan FFR tidak menimbulkan gejolak. Sebab, pasar sudah menghitung kemungkinan penyesuaian tersebut.
Adapun terkait dampak kenaikan FFR terhadap cadangan devisa, Dody menyebut bank sentral masih memiliki keyakinan mengenai stabilnya cadangan devisa. Sebab, saat ini cadangan devisa masih setara dengan 8,3 hingga 8,6 bulan impor, jauh di atas ketentuan internasional.
"Kebutuhannya cuma 3 bulan, room-nya masih besar. Nanti kalau pemerintah menerbitkan global bonds valas masuk lagi. Kalau misalnya devisa migas naik karena harga masih tinggi, itu juga devisa bisa naik," ujar Dody.