Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Cara Melawan Kebiasaan Menanam Padi Gunung

Kompas.com - 05/04/2018, 19:16 WIB
Josephus Primus

Editor

SAMARINDA, KOMPAS.com - Imansyah bisa tersenyum semringah kini. Petani dari Dusun Malong, Desa Lamin Telihan, Kecamatan Kenohan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ini sudah bisa memetik jerih payahnya menanam padi gunung sembari melestarikan alam sekitar.

Pria berusia 53 tahun itu bahkan bisa memamerkan produk padi gunung dalam perhelatan 10th Indogreen Environment & Forestry Expo 2018 di Samarinda Convention Hall, Kalimantan Timur sejak 5-8 April 2018. Kegiatan yang dipelopori oleh Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas itu memang menghadirkan petani binaan program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com hari ini. Imansyah adalah salah satu petani binaan tersebut.

Padi gunung antara lain yang dikenal dengan nama mayas dan tokong adalah tanaman pangan lokal warga Dayak di Kalimantan. Padi jenis ini memiliki karakteristik lebih lembut serta lebih mahal dari padi umumnya.

Padi jenis ini ditanam di lahan yang tadinya merupakan hutan. Secara tradisional, cara mendapatkan lahan itu dengan menebang pohon untuk membuka hutan.

Menurut catatan pada laman unrang.blogspot.co.id, kegiatan menanam padi gunung sudah dilakukan turun-temurun. Biasanya, persiapan penanaman dilakukan pada Agustus. Lantas, September adalah bulan untuk menebang pepohonan yang ada di calon lokasi ladang.

Berikutnya, Oktober adalah bulan untuk membakar ladang. Pasalnya, musim kemarau terjadi di bulan ini di Kalimantan.

Tumpang sari

Sejak DMPA diluncurkan di Dusun Malong per Agustus 2016, Imansyah, sedikit demi sedikit mulai mengubah kebiasaan dengan tidak lagi membakar hutan untuk menanam padi gunung. Tentunya, dia mendapat tentangan dari warga sekitar.

“Ketika saya awalnya mengajak warga untuk berganti cara tanam (tanpa bakar), banyak yang tidak percaya. Namun, setelah melihat hasilnya yang bahkan lebih baik dari metode membakar, lambat laun semakin banyak petani di Malong yang mengikuti metode saya,” ungkap Imansyah.

"Dengan masuknya program DMPA, kami jadi bisa menanam padi gunung dengan metode tumpang sari," terang Imansyah.

Lantas, sejak peluncuran itu pula, para petani binaan telah berhasil memanen padi gunung tiga kali. Dari lahan per satu hektare dan bibit sejumlah 2,5 kaleng, para petani mampu menghasilkan 200 kaleng per hektare yang masing-masing kaleng setara dengan 9 kilogram beras padi gunung.

Head of Corporate Social and Security APP Sinar Mas Agung Wiyono menjelaskan, program DMPA yang pertama kali digagas pada akhir  2015 kini telah menjangkau 191 desa yang tersebar di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Per Maret 2018, penerima manfaat program DMPA telah mencapai 13.814 kepala keluarga.

Selain pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), DMPA juga bertujuan untuk membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat yang berada di dalam wilayah atau sekitar konsesi dengan membantu meningkatkan pendapatan dan pangan, membangun kemitraan pasar, melakukan transfer teknologi, serta pencegahan konflik.

“Kami menargetkan program DMPA dapat terealisasi di 500 desa pada 2020 mendatang. Oleh sebab itu, program partisipatif ini perlu didukung oleh para pemangku kepentingan agar semakin banyak masyarakat dan komunitas sekitar hutan yang dapat merasakan manfaatnya,” demikian Agung Wiyono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com