Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Boleh Beli Obligasi, Penyaluran Kredit Bakal Terganggu?

Kompas.com - 06/04/2018, 20:37 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan aturan mengenai Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). Dengan kebijakan tersebut, bank sentral memperbolehkan perbankan membeli Surat-surat Berharga (SSB).

Meskipun demikian, ekonom Bhima Yudhistira Adhinegara memandang, kebijakan tersebut dikhawatirkan membuat perbankan lebih memilih SSB ketimbang menyalurkan kredit. Apalagi, dalam aturan tersebut, bank sentral belum memberikan batasan pembelian SSB oleh perbankan.

Bhima memandang, dengan kebijakan RIM tersebut, bank akan lebih memilih membeli obligasi karena risiko yang lebih kecil ketimbang kredit. Bhima memberi contoh adalah kredit di sektor-sektor yang memiliki risiko tinggi seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), akan membuat perbankan beralih ke pembelian surat berharga ketimbang menyalurkan kredit.

"Apalagi kalau bank BUKU III dan IV itu mereka tidak masuk fokus ke sektor UMKM. Mereka pasti akan balik lagi fokus ke kredit korporasi. Jadi bank lebih baik mengumpulkan obligasi saja. Obligasi lebih aman, risiko lebih kecil dibanding salurkan kredit," kata Bhima dalam sebuah diskusi bertajuk "Wajah Baru dan Tantangan Perbankan di Zaman Now" di Jakarta, Jumat (6/4/2018).

Baca juga: BI Terbitkan Aturan Bank Boleh Beli Obligasi

Bhima pun menyoroti tidak dibatasinya pembelian surat berharga oleh perbankan dalam aturan mengenai RIM. Ia bilang, selama ini kepemilikan Surat Berharga oleh perbankan baru mencapai 0,99 persen atau Rp 46 triliun dari total penyaluran kredit perbankan yang berkisar Rp 4.600 triliun.

Kebijakan RIM dimaksudkan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan kepada sektor riil sesuai kapasitas dan target pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Namun, BI memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak akan signifikan mengurangi jumlah kredit yang disalurkan bank ke nasabah.

Dalam ketentuan yang diterbitkan, ditetapkan RIM dengan target kisaran 80-92 persen baik untuk Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan memperluas komponen pembiayaan yang memasukkan SSB yang dibeli oleh BUK, BUS, dan UUS, dan memperluas komponen simpanan dengan memasukkan SSB yang diterbitkan oleh BUS dan UUS.

RIM merupakan parameter baru untuk menggantikan rasio pendanaan terhadap simpanan (LFR). Perbedaan RIM dan LFR adalah perbankan dapat menyalurkan kredit atau pembiayaan dengan cara membeli obligasi korporasi, dan tidak hanya dengan menyalurkan pembiayaan kredit ke nasabah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com