Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Syarat bagi Korporasi yang Ingin Terbitkan Surat Berharga Komersial

Kompas.com - 13/04/2018, 16:10 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan aturan mengenai penerbitan dan transaksi Surat Berharga Komersial (SBK) pada 2 Januari 2018 lalu. Penerbitan SBK sendiri dapat dilakukan oleh korporasi non-bank sebagai alternatif sumber pendanaan jangka pendek.

Terkait hal itu, Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan Nanang Hendarsyah mengatakan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi korporasi yang bisa menjadi penerbit SBK.

"Beberapa di antaranya termasuk listed company, karena tentu mereka mempunyai keterbukaan informasi yang baik. Kemudian perusahaan yang telah menerbitkan saham atau pernah menerbitkan obligasi dalam 5 tahun terakhir," ucap dia di Gedung Bank Indonesia, Jumat (13/4/2018).

Keterbukaan informasi tersebut penting bagi investor. Karena investor yang dapat melakukan transaksi SBK adalah investor profesional, bukan investor ritel. Untuk nilai minimum transaksi SBK sendiri adalah Rp 500 juta.

Baca juga: Perdalam Pasar Keuangan, BI Ubah Aturan Surat Berharga Komersial

Selain itu,  peringkat korporasi yang ingin menjadi penerbit SBK harus berada pada level investment grade.

Nanang menambahkan, perusahaan multifinance pun dimungkinkan untuk menerbitkan SBK, jika memang membutuhkan pendanaan jangka pendek.

"Untuk investor sendiri adalah perusahaan-perusahaan yang bisa memahami risiko investasi, mereka harus bisa melakukan assasement dalam kondisi finansial dan legal," imbuh Nanang.

Nanang mengaku belum bisa menilai potensi awal dari surat berharga jenis ini. Namun, dari sisi penerbit atau issuer, SBK diterbitkan secara berkelanjutan dengan yiled (imbal hasil) sekitar 7,1 persen hingga 7,5 persen. Dengan komposisi bunga dasar sebesar 6,5 persen, kemudian provisi 0 persen, biaya persiapan untuk arranger dan akuntan 0,5 sampai 0,9 persen, dan biaya rating 0,1 persen.

Untuk penerbitan individual (penerbitan dengan penilaian rating setiap triwulan), yield akan tergantung rating perusahaan. Jika rating menunjukkan hasil yang baik, yield bisa mencapai 8,3 persen. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan suku bunga kredit modal kerja yang saat ini menyentuh angka 9 persen.

Sementara bagi investor, nilai suku bunga dari SBK ini pun cukup tinggi. Untuk SBK berkelanjutan, nilainya dapat mencapai 7,1 sampai 7,3 persen. Sementara untuk suku bunga SBK 3 bulan sebesar 6,5 persen. Yang terakhir, adalah suku bunga untuk SBK jangka waktu 12 bulan ke atas sebesar 6,6 persen.

"Jadi, jika dilihat dari perspektif yield, SKB ini akan menguntungkan, baik bagi investor maupun penerbit," kata Nanang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com