Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

80 Persen Pabrik Pengalengan Ikan di Indonesia Gunakan Ikan Impor

Kompas.com - 14/04/2018, 10:45 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - 80 persen ikan yang digunakan oleh pabrik pengalengan ikan di Indonesia masih menggunakan ikan impor.

Hal tersebut dijelaskan Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan (APIKI) Ady Surya kepada Kompas.com Kamis (13/4/2018).

Saat ini, menurutnya, ada 44 pabrik pengalengan ikan di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 28 pabrik mengolah ikan sarden dan makerel, sedangkan sisanya megelola ikan tuna.

"Kalau tuna terkonsetrasi di Bitung sedangkan sarden dan makerel terkonsetrasi di Bali, Muncar, Pekalongan dan Medan. Nah pada tahun 2017 ikan yang digunakan 80 persen adalah ikan impor. Mengapa? karena ikannya memang sudah tidak ada di Selat Bali. Sebelumnya 100 persen ikan sarden dan makarel berasal dari perairan Selat Bali. Sekarang kita impor dan hanya 20 persennya dari Indonesia bagian timurr," jelas Ady.

Ia mengatakan belum ada teori dari ahli yang menjelaskan alasan mengapa ikan sarden dan makarel hilang dari perairan Selat Bali. Namun ikan tersebut menghilang pascagempa di Selatan Jawa sekitar tahun 2000-an dan kemudian muncul ikan krismon di wilayah Pantura.

"Saya masuk tim analisa statistik lemuru saat ini. Tapi sampai sekarang tidak ada keputusan penyebabnya apa," jelas Ady.

Sebenarnya, menurut Ady, ikan jenis Sarden dan Makarel mungkin ada di Indonesia bagian timur namun pabrik pengalengan ikan membutuhkan bahan mutu yang paling standar untuk ikan konsumsi yang digunakan yaitu harus fresh from the sea. 

Dalam hal ini, ikan yang ditangkap dari laut langsung dibekukan di atas kapal, bukan ikan yang ditangkap lalu di bawa ke pelabuhan kemudian dilelang.

"Dengan proses beku di atas kapal, semuanya clear. Parasit juga mati. Jadi standar ikan kaleng sangat tinggi," tambahnya.

Dia berharap Indonesia memiliki kapal yang memiliki kemampuan tangkap yang baik dan memiliki kapal penampung untuk pembekuan ikan.

Hal tersebut sangat diperlukan karena melihat kondisi saat ini dengan tidak adanya kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia.

"Jadi walaupun ikannya banyak tapi tidak melewati proses pembekuan di atas kapal ya tidak bisa digunakan di pabrik pengalengan ikan," jelasnya.

Pada tahun 2017, Indonesia mengimport ikan sarden dan makarel sekitar 40 ribu ton, padahal kapasitas dari 28 pabrik dalam setahun bisa mengolah hingga 235 ribu ton sarden dan makeral. Sedangkan kapasitas pengelolaan ikan tuna pertahun bisa 365 ribu ton.

"Untuk sarden makarel kita hanya mengelola 1/6 dari kapasitas kemampuan kita. Sangat sedikit. Untuk Tuna juga hanya mengelola dibawah 30 persen dari kapasitas kemampuan. Untuk memenuhi kekurangannya kita ambil ikan lokal tapi kalau nggak ada ya segitu saja yang kita produksi," jelasnya.

Selain itu, menurut Ady, sebenarnya penguasa pabrik ikan dalam kaleng lebih suka menggunakan ikan dalam negeri karena selain harganya lebih murah, proses mekanismenya tidak begitu panjang.

"Jika ikan dalam negeri, setelah ditangkap kemudian masuk pabrik dan prosesnya cepat. Harganya juga antara 7 ribu hingga 8 ribu. Beda dengan ikan impor bisa 11 ribu dan mekanismenya panjang," jelas Ady.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com