Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara: Somasi Starbucks Diduga Upaya Jegal Industri Kecil Kopi

Kompas.com - 18/04/2018, 21:40 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com  - Deddy Firdaus Yulianto, kuasa hukum pemilik merek Ahli Kopi Lampung (AKL) Coffee Abdillah Muhammad seorang pengusaha asal Lampung, menyebut, somasi Starbucks terhadap kliennya merupakan upaya penjegalan usaha kecil menengah (UKM). AKL sendiri sempat disomasi Starbucks terkait logo yang dinilai memiliki kesamaan.

"Dapat diduga upaya tersebut untuk menjegal industri usaha kecil kopi nasional agar tidak berkembang khususnya kepada klien kami," sebut dia dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (21/4/2018).
 
Deddy menyebutkan, Abdillah Muhammad merupakan pemilik merek terdaftar merek AKL dengan Nomor Pemberian IDM000589792 tanggal 13 Desember 2017 yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Deddy mengatakan, kliennya tidak meniru, menyerupai, atau mendompleng merek sebagaimana disebutkan oleh Starbucks.

Baca juga: Starbucks Cabut Somasi ke Pengusaha Kopi Asal Lampung

"Klien kami dengan itikad baik telah mendaftarkan mereknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan menjalankan usahanya halmana perlindungan pendaftaran merek klien kami telah sah diberikan Negara Republik Indonesia melalui DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual)," sebut dia.

Deddy mengungkapkan hal tersebut, lantaran surat yang dikirim Starbucks melalui kantor hukum Suryomucito & Co  kepada dirinya tertanggal 29 Maret 2018 mengenai pencabutan somasi.

Dalam surat itu, Starbucks menyambut baik langkah Abdillah yang telah mengubah logo AKL Coffee yang menyerupai logo Starbucks.

"Starbucks menyambut baik, bisnis AKL Coffe karena kontribusinya membangun budaya kopi Indonesia. Starbucks juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abdillah Muhammad yang telah mengubah logo sebelumnya yang memiliki kesamaan dengan logo Starbucks. Klien kami berharap yang terbaik untuk bapak Abdillah dan bisnisnya," tulis surat Starbucks seperti dikutip dari Kontan.

Masalahnya sebut Deddy, ada perbedaan logo yang dirujuk dari surat tertanggal 29 Maret 2018 tersebut dengan somasi yang dilayangkan Starbucks pada 15 Februari 2018, yaitu logo yang didaftarkan AKL Coffee kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.

Alasan tersebut yang membuat Deddy menilai bahwa somasi Starbucks sejak awal mengada-ada.

"Bahwa dari upaya penjegalan melalui surat keberatan atas pengumuman merek klien kami, surat somasi dan perubahan logo yang dipermasalahkan pihak Starbucks ini dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dinyatakan pihak Starbucks mendukung upaya mendukung usaha kecil menengah dan membangun budaya kopi Indonesia menjadi tidak relevan," paparnya
 
Keberatan Starbucks atas logo AKL sendiri telah bermula sejak tahun lalu. Pada 12 April 2017, Abdillah mendapatkan surat dari Ditjen KI Kemenkumham soal keberatan dari Starbucks soal permohonan pendaftaran logo AKL.

Namun 13 Desember 2017, Ditjen KI Kemkumham justru mengesahkan logo AKL yang didaftarkan Abdillah sejak 29 Juni 2015 dengan nomor pendaftaran IDM 111589792.  Kemudian membuat Starbucks melayangkan somasi ke AKL Coffe pada 15 Februari 2018, karena menilai logo AKL Coffee memiliki kesamaan dengan logo Starbucks. (Anggar Septiadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com