Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Ini Respon Apindo

Kompas.com - 24/04/2018, 12:00 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah dan lembaga negara lainnya untuk mempertimbangkan kembali keinginan pembatasan transaksi uang kartal di Indonesia.

Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani menilai, pembatasan transaksi uang kartal dengan maksimal Rp 100 juta akan memiliki dampak luas bagi aktivitas perekonomian dalam negeri. Dampak tersebut yang harus dikaji pemerintah. 

"Kalau kita membatasi transaksi tunai dan dipindah ke nontunai harus dilihat dampaknya seperti apa. Juga dari segi infrastruktur nontunai itu sendiri harus dilihat integrasinya," kata Hariyadi saat ditemui di Jakarta, Senin (23/4/2018).

Menurut Hariyadi, ada beberapa hal yang membuat transaksi nontunai belum sepenuhnya bisa diberlakukan di Indonesia.

Baca juga : Transaksi Uang Kartal Akan Dibatasi, Ini Kata Gubernur BI

Pertama, berkaitan dengan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang payment gateway-nya saat ini belum terintegrasi secara keseluruhan.

"Karena mereka harus melakukan penggabungan dengan payment gateway yang sudah ada dan jumlahnya banyak, maka itu jadi satu masalah," imbuh Hariyadi.

Kedua, dia juga belum melihat data yang dimiliki Bank Indonesia (BI) soal transaksi tunai dan tunai.

"Sebab, sepengetahuan kami sampai data terakhir yang kami lihat transaksi tunai masih dominan di Indonesia," sambung Hariyadi.

Kendati demikian, Hariyadi mengaku masih belum melihat draft Rancangan Undang Undang (RUU) pembatasan transaksi uang kartal yang ada di DPR.

Baca juga : Transaksi Uang Kartal Akan Dibatasi, Apa Saja Pengecualiannya?

Segera Disahkan DPR

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mendorong rancangan undang-undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dibahas dan disahkan DPR RI.

Saat ini, RUU tersebut masuk Program Legislasi Nasional 2015-2019 dan menjadi prioritas tahun 2018. PPATK mendorong agar maksimal transaksi uang kartal sebesar Rp 100 juta.

PPATK sudah mendorong wacana pembatasan transaksi uang kartal sejak 2014. Saat itu, PPATK mendorong Kementerian Hukum dan HAM untuk bersama-sama menyusun naskah akademik.

Draf awal RUU tersebut dibahas bersama tim penyusun yang terdiri dari PPATK, Kemenkumham, akademisi dan praktisi keuangan.

Baca juga : Ini Delapan Alasan PPATK Dorong Pembatasan Transaksi Uang Kartal

Saat ini, draf RUU pembatasan transaksi uang kartal masih ada di tangan pemerintah. Kiagus berharap, draf tersebut segera final dan dibawa ke DPR untuk dibahas dan disahkan.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto sebelumnya juga mengatakan, menurut dia, gagasan pemerintah membatasi transaksi uang kartal tersebut baik agar penyalahgunaan uang tunai dalam jumlah besar tidak terjadi.

Namun, ia mrngingatkan penerapannya jangan sampai mengusik aktivitas ekonomi. "Jangan sampai pengaturan ini jadi penghambat kegiatan ekonomi," ujar Erwin di PPATK, Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Erwin berharap regulasi tersebut akan mencegah terjadinya transaksi keuangan yang ilegal. Misalnya, digunakan untuk menyuap, gratifikasi, atau pencucian uang. 

Kompas TV KPK mengusulkan agar pembatasan transaksi uang kartal bisa kembali diperkecil hingga 25 juta rupiah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Whats New
Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Whats New
Harga Emas Antam Meroket Rp 27.000 Per Gram Jelang Libur Paskah

Harga Emas Antam Meroket Rp 27.000 Per Gram Jelang Libur Paskah

Whats New
Kapan Seleksi CPNS 2024 Dibuka?

Kapan Seleksi CPNS 2024 Dibuka?

Whats New
Info Pangan 29 Maret 2024, Harga Beras dan Daging Ayam Turun

Info Pangan 29 Maret 2024, Harga Beras dan Daging Ayam Turun

Whats New
Antisipasi Mudik Lebaran 2024, Kemenhub Minta KA Feeder Whoosh Ditambah

Antisipasi Mudik Lebaran 2024, Kemenhub Minta KA Feeder Whoosh Ditambah

Whats New
Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com