Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Inflasi Itu Ibarat Makan Sate..."

Kompas.com - 25/04/2018, 21:12 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menyoroti inflasi AS yang menurut dia berada pada angka yang pas. Dia pun membandingkannya dengan inflasi yang terjadi di Indonesia.

Menurut Tony, inflasi tidak berbeda dengan menyantap hidangan sate, baik sate kambing maupun sate ayam.

"Inflasi seperti makan sate, harus ada range yang tetap memberi semangat, tidak terlalu rendah, tapi tidak mematikan," sebut Tony pada diskusi Diseminasi Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2017 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Tengah di Semarang, Rabu (25/4/2018).

Kalau diperhatikan, satu tusuk sate kerap kali terdiri dari daging dan lemak. Lemak tersebut bukan tanpa manfaat, yakni untuk menambah cita rasa dan kepuasan saat menyantapnya.

Baca juga: Dalam Setahun, Inflasi Venezuela Tembus 8.900 Persen 

Apabila tidak ada lemak dalam sate, cita rasa sate cenderung kurang nikmat. Akan tetapi, apabila terlalu banyak lemak dalam sate, maka akan menimbulkan penyakit bagi mereka yang menyantapnya.

Oleh sebab itu tutur Tony, takaran lemak dan daging dalam sate harus pas. Jangan terlalu sedikit, jangan terlalu banyak, namun juga jangan sampai tidak ada.

Lalu, apa hubungannya dengan inflasi? Tony beranggapan, inflasi tak ubahnya menyantap sate yang berlemak, tidak boleh kebanyakan, tak boleh terlampau sedikit, dan tak boleh pula tidak ada sama sekali.

Ia mencontohkan, inflasi AS yang saat ini berada dalam sasaran target 2 persen adalah angka yang pas. Pemerintah dan bank sentral AS tidak ingin inflasi terlampau tinggi ataupun terlampau rendah.

"Ketika inflasi 1 persen, Gubernur The Fed (Ben) Bernanke, (Janet) Yellen tidak mau, harus ditingkatkan," ujar Tony.

Tony mengatakan, bagi AS apabila inflasi terlalu rendah, gairah belanja di AS akan lemah. Namun demikian, apabila inflasi terlalu tinggi, maka daya beli masyarakat akan rusak.

Adapun dalam kasus inflasi di Indonesia, bank sentral mematok target inflasi sebesar 3,5 plus minus 1 persen pada tahun 2018 ini. Pada tahun 2017 lalu, inflasi Indonesia mencapai 3,61 persen, sejalan dengan sasaran target, yakni 4 plus minus 1 persen.

Tony memproyeksikan, inflasi Indonesia pada tahun 2018 akan mencapai 4 persen. Angka tersebut dipandangnya sudah baik bagi Indonesia.

"Jangan terlalu mengejar inflasi lebih rendah, tidak baik," tuturnya.

Ia mencontoh Jepang yang inflasinya sangat rendah, bahkan mencapai angka minus. Angka tersebut menurut Tony bukan angka yang baik.

Tony pun kembali ke topik perihal sate. Layaknya menyantap sate berlemak, inflasi harus dalam kondisi range atau kisaran yang tetap memberikan semangat untuk mengejar target yang sesuai.

Ini seperti menyantap sate yang dalam tiap tusuknya ada sebongkah kecil lemak. Tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit, namun tetap ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com