Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suku Bunga Acuan, Obat Mujarab untuk Rupiah?

Kompas.com - 30/04/2018, 06:33 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak beberapa waktu terakhir, nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar AS, bahkan hingga hampir menyentuh Rp 14.000 per dollar AS. Sejumlah mata uang negara-negara lain di kawasan Asia pun mengalami pelemahan.

Pelemahan rupiah juga dibarengi indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sempat melemah cukup signifikan. Merosotnya nilai tukar rupiah diyakini disebabkan sejumlah faktor eksternal.

"Depresiasi rupiah yang terjadi akhir-akhir ini kami pandang lebih disebabkan oleh penguatan mata uang AS terhadap hampir semua mata uang dunia (broad based)," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo dalam pernyataannya pekan lalu.

Agus menjelaskan, penguatan dollar AS adalah dampak berlanjutnya kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury bonds) hingga mencapai 3,03 persen. Angka itu adalah yang tertinggi sejak 2013.

Selain itu, pelemahan rupiah juga disebabkan faktor musiman peningkatan permintaan valas pada kuartal II 2018. Valas dibutuhkan antara lain untuk pembayaran utang luar negeri, pembiayaan impor, dan pembayaran dividen.

Salah satu cara yang kerap kali digunakan bank sentral untuk stabilisasi rupiah adalah dengan menggunakan cadangan devisa. Namun demikian, jika stabilisasi rupiah terus dilakukan dengan cara ini, maka cadangan devisa dapat terus menurun.

Oleh karena itu, perlu cara lain yang harus dilakukan oleh bank sentral guna meredam pelemahan rupiah. Cara yang bisa diambil adalah dengan menaikkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate.

Baca juga: Pelemahan Rupiah Berlanjut, BI Buka Ruang Kenaikan Suku Bunga

Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menyebut, kenaikan suku bunga adalah taktik jangka pendek yang bisa dilakukan bank sentral. Ia memandang, kenaikan suku bunga acuan akan membuat pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dapat lebih terkendali.

"BI jangan terlalu boroskan devisa, capek juga nanti. Lebih baik peluru devisa dihemat, gunakan suku bunga," tutur Tony.

Menurut Tony, bank sentral bisa menaikkan suku bunga acuan sebesar setidaknya 25 basis poin dari angka saat ini, yakni 4,25 persen. Dengan demikian, fluktuasi rupiah bisa lebih dikendalikan dan stabilisasinya tak cuma bergantung dari cadangan devisa.

Bank sentral pun diyakini Tony tidak perlu langsung menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin. Sebab, ini akan memberi sinyal bahwa bank sentral panik.

"Kalau naik 25 basis poin, mudah-mudahan rupiah masih bisa terselamatkan," jelas Tony.

Adapun VP Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengungkapkan, BI masih cenderung berhati-hati dalam menaikkan suku bunga acuan. Bank sentral, menurut Josua, masih akan lebih fokus pada intervensi di pasar valas dan surat utang negara (SUN), meski konsekuensinya cadangan devisa menurun signifikan.

"BI juga melihat bahwa pelemahan rupiah sifatnya sementara dan volatilitas nilai tukar rupiah akan kembali stabil pada semester II tahun ini," ungkap Josua ketika dihubungi Kompas.com.

Josua menyebut, apabila pelemahan rupiah terus berlangsung hingga melampaui level fundamentalnya, maka BI perlu menaikkan suku bunga acuan atau menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) pada semester II 2018. Namun, ia meyakini BI akan berhati-hati sebelum menaikkan suku bunga.

"Jika sampai dengan semester II tahun ini rupiah masih melemah di luar fundamental, maka BI berpotensi akan mulai melakukan penyesuaian suku bunga acuan pada akhir tahun ini," terang Josua.

Bank sentral pun mengakui apabila tekanan terhadap nilai tukar terus berlanjut serta berpotensi menghambat pencapaian sasaran inflasi dan menganggu stabilitas sistem keuangan, tidak tertutup ruang bagi penyesuaian suku bunga acuan.

"Kebijakan ini tentunya akan dilakukan secara berhati-hati, terukur, dan bersifat data dependence (berdasarkan data), mengacu pada perkembangan data terkini maupun perkiraan ke depan," ungkap Agus.

Kompas TV Dalam jangka pendek, otoritas moneter juga akan mengguyur dollar ke pasar untuk mendinginkan gejolak rupiah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com