Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaker Tegaskan Perpres 20/2018 Bukan Karpet Merah untuk TKA

Kompas.com - 30/04/2018, 08:31 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri menegaskan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) bukan karpet merah untuk masuknya TKA atau buruh kasar.

"Perpres membuat TKA kasar masuk dari mana?" kata Hanif dalam diskusi bertema Buruh Pasca-Reformasi gelaran Perhimpunan Aktivis Nasional (PENA) 98 di Jakarta, Sabtu malam (28/4/2018).  

Hanif menyebutkan, Presiden Jokowi menerbitkan perpres tersebut untuk menyederhanakan perizinan di Indonesia yang berbelit-belit sehingga berbiaya tinggi hingga rawan terjadi pungutan liar (pungli).

Pepres itu juga untuk menunjang kemudahan berinvestasi di Indonesia.

Baca juga: Menyoal Tenaga Kerja Asing dan Dampaknya untuk Indonesia

Dalam penyederhanaan izin ini, lanjut Hanif, tetap mencantumkan aturan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh TKA, di antaranya mempunyai keahlian atau kompetensi, level menengah ke atas, hanya menduduki jabatan tertentu, lamanya bekerja, hingga harus membayar kompensasi.

Bahkan, perpres mengatur harus mengutamakan tenaga kerja Indonesia atau lokal.

Hanif mencontohkan, masuknya investasi dari luar negeri ke Indonesia membutuhkan tenaga kerja. Misalnya, untuk membangun pembangkit listrik, maka dibutuhkan pekerja. Namun pekerja itu tidak semua berasal dari Indonesia.

"Karena dia (investor) tanam uang triliunan di Indonesia, dia ingin uangnya aman, pekerjaannya selesai secara baik, tepat waktu, maka investor mempunyai kepentingan untuk tenaga kerja dari pihaknya," ucap dia.

Namun lanjut Hanif, jumlahnya pun tidak semuanya, jika misalnya proyek tersebut membutuhkan 5.000 orang pekerja, maka misalnya investor hanya membawa sekitar 300 orang saja atau sebagian kecil, mengingat biaya yang harus dipertimbangkan.

"Bahwa kemudian dari bagian investasi juga ada bagian yang diambil juga oleh TKA, itu tentu bagian kecil saja," ujarnya.

Nah, sebelum masuk ke Indonesia, maka perusahaan yang akan berivestasi membangun pembangkit listrik tadi, maka menyusun Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Kemudian mengusulkannya kepada Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) RI.

"TKA di Indonesia ini tidak bisa 'ujug-ujug' bisa ngurus sendiri izin, yang bisa urus itu atau yang bisa ajukan izin TKA adalah perusahaan. Jadi prinsipnya sponsorship, perusahaan yang ajukan. Misalnya PT PP akan gunakan TKA atau perusahaan swasta itu bisa mengajukan," katanya.

Pihak Kemenaker akan mengecek seluruh syarat, termasuk nama, keahlian dan seterusnya.

"Oleh pemerintah dilihat standarnya, apakah jabatannya benar, penuhi syarat atau tidak. Kalau memenuhi syarat, berarti permohonan untuk TKA oke," ujarnya.

"Untuk pengusaha ini ada namanya slot, ini nama (TKA)-nya belum ada, nanti kalau 300 itu sudah ada, kalau 300 itu namanya dimasukkan itu baru Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) keluar. Di perpres yang baru, IMTA-nya disederhanakan menjadi notifikasi. Jadi tetap ada," tambah dia. (Yudho Winarto)

Berita ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul Menaker: Perpres 20/2018 bukan karpet merah bagi TKA

Kompas TV Simak pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dalam program ROSI berikuti ini.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber


Terkini Lainnya

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Whats New
Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Work Smart
Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Whats New
Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Whats New
HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

Rilis
Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Whats New
Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com