Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut: Retaliasi Bukan Pilihan buat Polemik Sawit dengan Uni Eropa

Kompas.com - 08/05/2018, 23:01 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Palupi Annisa Auliani

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com
—Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa retaliasi bukan menjadi langkah Pemerintah Indonesia untuk menghadapi pembatasan impor minyak kelapa sawit ke Eropa oleh Parlemen Uni Eropa (UE).

"Kami tidak mengenal retaliasi selama bisa diperjuangkan dengan perundingan. Namun, jika nanti diperlukan dan setelah dilihat secara komprehensif maka hal itu bisa jadi aksi terakhir," kata Luhut di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Dalam ranah hubungan internasional, retaliasi merupakan istilah bagi tindakan suatu negara berupa penangguhan konsesi atau kemudahan yang sebelumnya diberikan kepada negara lain dan telah dinikmati, sebagai bentuk tindakan balasan.

Istilah ini juga jamak digunakan sebagai terminologi tindakan balasan dalam transaksi perdagangan antar-negara, setelah ada kebijakan yang dianggap merugikan salah satu negara.

Retaliasi merupakan suatu tindakan suatu Negara dalam menangguhkan konsesi atau kemudahan yang telah diberikan kepada negara lain dan telah dinikmatinya, sebagai balasan akibat adanya tindakan atau kebijakan perdagangan dari Negara lain tersebut merugikan kepentingan perdaganganya.

Luhut menambahkan, saat ini pemerintah terus menempuh cara diplomasi yang cukup ofensif dengan mengedepankan lobi dan negosiasi terhadap UE agar mereka membatalkan rencana pembatasan impor minyak kelapa sawit ke negara-negara Benua Biru.

Pemerintah, kata Luhut, masih punya celah untuk menguatkan posisinya di depan UE. Saat ini tengah dilakukan perundingan tiga pihak antara Komisi UE, Parlemen UE, dan Komisi Energi UE sebagai buntut atas disetujuinya revisi Renewable Energy Directive (RED) II oleh Parlemen UE pada Januari 2018.

Baca juga: Penjualan 500.000 Ton Sawit ke China Perkuat Posisi Tawar Indonesia ke UE

Adapun celah yang digunakan Pemerintah Indonesia adalah dengan memastikan China mengimpor minyak kelapa sawit dari Indonesia, untuk menaikkan posisi tawar Indonesia soal isu sawit.

Luhut pun mengklaim bahwa UE kini telah memahami posisi Indonesia setelah China menyatakan rencananya mengimpor minyak sawit dari Indonesia.

"(Lobi dengan Uni Eropa) sampai sekarang bagus saya kira. Artinya sekarang mereka sudah tahu posisi kita. Sudah jelas dia tahu kita kuat. Apalagi dengan ada China mau beli ini kan juga memberikan sinyal pada mereka juga," sambung dia.

Sebagai informasi, pada 17 Januari 2018, Parlemen UE telah melakukan voting dan memutuskan merevisi RED II dengan ketentuan, penggunaan biofuels dan bioliquids yang diproduksi dari CPO tidak akan dimasukkan dalam penghitungan kontribusi penggunaan energi baru terbarukan mulai 2021.

“Jika ketentuan ini disetujui oleh Komisi UE dan Energy Council, maka akan menyebabkan impor CPO untuk penggunaan biofuels di Uni Eropa berkurang signifikan karena sepertiga impor CPO dari Indonesia digunakan untuk biodiesel," ungkap Luhut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com