Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CPOPC: Isu Sawit Menyebabkan Deforestasi Salah Besar

Kompas.com - 09/05/2018, 06:15 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Mahendra Siregar tak setuju bahwa sawit disebut sebagai biang keladi kerusakan lingkungan atau deforestasi.

Deforestasi sendiri dinilai menjadi alasan utama Parlemen Uni Eropa membatasi ekspor CPO dari Indonesia ke negara-negara Eropa.

"Jika alasan Parlemen Uni Eropa membatasi ekspor CPO adalah terkait deforestasi, maka tuduhan tersebut sama sekali tidak benar. Selama ini industri kelapa sawit telah memenuhi aspek-aspek keberlanjutan sesuai yang diwajibkan oleh pemerintah melalui ISPO atau Indonesia Sustainable Palm Oil," ujar Mahendra di Jakarta, Selasa (8/5/2018).

Selain itu, kebutuhan minyak nabati yang diperkirakan hingga 400 juta ton pada 2020 hanya bisa dipenuhi oleh CPO.

"Peningkatan permintaan pasokan minyak nabati dunia terus meningkat. Akan tetapi hanya sawit yang bisa memenuhi produktivitasnya," imbuh Mahendra.

Di sisi lain, Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Isu Strategis Internasional Lili Yan Ing telah mengirimkan surat ke Parlemen Uni Eropa untuk menunjukkan sikap Indonesia terhadap upaya pembatasan ekspor itu.

"Ada tiga poin utama yang kami sampaikan, pertama adalah sawit bukan penyebab deforestasi, kedua pemerintah menolak diskriminasi sawit, dan ketiga Indonesia tak akan melakukan retaliasi solusi terhadap hambatan dagang sawit," ungkap Lili.

Sebaliknya, Climate Change and Environment Counsellor Europe Union Michael Bucki menyatakan bahwa sampai saat ini Parlemen Uni Eropa belum mengetuk palu soal pelarangan penggunaan sawit yang disinyalir sebagai penyebab deforestasi.

“Kami bukannya mau melarang, tetapi lebih menanyakan isu lingkungan sawit itu dalam energi terbarukan,” ujar Michael.

Sementara itu, tiga poin yang dikemukakan Lili menjadi langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia di samping diplomasi, lobi, dan negosiasi yang terus dilakukan oleh Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan terhadap Uni Eropa.

Dalam kesempatan yang sama, Luhut juga menegaskan bahwa retaliasi bukan menjadi langkah Pemerintah Indonesia untuk menghadapi pembatasan impor minyak kelapa sawit ke Eropa oleh Parlemen Uni Eropa.

"Kami tidak mengenal retaliasi selama bisa diperjuangkan dengan perundingan. Namun, jika nanti diperlukan dan setelah dilihat secara komprehensif maka hal itu bisa jadi aksi terakhir," imbuh Luhut.

Sebagai informasi, pada 17 Januari 2018, Parlemen Uni Eropa telah melakukan voting dan memutuskan untuk merevisi Renewable Energy Directive (RED) II dengan ketentuan, penggunaan biofuels dan bioliquids yang diproduksi dari CPO tidak akan dimasukkan dalam penghitungan kontribusi penggunaan energi baru terbarukan mulai tahun 2021.

“Jika ketentuan ini disetujui oleh Komisi UE dan Energy Council, maka akan menyebabkan impor CPO untuk penggunaan biofuels di Uni Eropa berkurang signifikan karena sepertiga impor CPO dari Indonesia digunakan untuk biodiesel," pungkas Luhut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com