Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nufransa Wira Sakti
Staf Ahli Menkeu

Sept 2016 - Jan 2020: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan.

Saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak

Gejolak Ekonomi Dunia dan Tantangan bagi Pemerintah RI

Kompas.com - 12/05/2018, 19:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM beberapa minggu terakhir ini, perekonomian di dunia mengalami suatu gejolak yang cukup memengaruhi perekonomian banyak negara. Pusat magnitudo kejadian berada pada negara Amerika Serikat.

Apa yang sebenarnya terjadi dan apa pengaruhnya terhadap Indonesia?

Yang pertama adalah adanya perubahan kebijakan moneter di Amerika Serikat. Negara ini memang menjadi acuan perekonomian banyak negara, terutama dengan penggunaan mata uang dollarnya.

Bank sentral Amerika meningkatkan suku bunganya secara bertahap, tahun lalu tiga kali dan tahun ini rencananya empat kali, dengan nilai peningkatan sekitar 2 persen sampai saat ini.

Dengan peningkatan suku bunga ini, maka otomatis para investor akan beralih ke negara AS. Mengapa?

Ambil contoh dengan negara Indonesia. Dengan tingkat inflasi sekitar 3,5 persen, sementara di AS sekitar 2 persen dan suku bunga di Indonesia tidak berubah, maka arus uang akan menuju ke AS yang lebih menguntungkan.

Investasi di AS juga memberikan imbal hasil atau yield yang lebih menguntungkan karena yield obligasi AS dengan tenor 10 tahun menembus 3 persen, naik dari 2,4 persen.

Kebijakan moneter ini berdampak pada pelemahan mata uang pada banyak negara di beberapa waktu terakhir. Contohnya Rusia dan Brasil terdepresiasi sebesar 9 persen, Filipina 4 persen, dan negara-negara Eropa 1 persen.

Indonesia juga tak luput dari pelemahan sebesar sekitar 3,88 persen. Untuk mengimbanginya, Bank Indonesia diperkirakan akan menaikkan suku bunga agar nilai rupiah dapat menguat kembali.

Dari kebijakan fiskal, AS juga menerapkan pemotongan pajak yang cukup signifikan. Pajak penghasilan bagi perusahaan dipangkas dari 35 persen menjadi 21 persen.

Tentu saja ini dianggap sebagai sinyal perbaikan ekonomi AS dan semakin memperkencang arus dana menuju sumber yang lebih menguntungkan, tentu saja yang pajaknya lebih kecil.

Selain pajak, kebijakan fiskal AS juga menerapkan perang dagang dengan China. Tidak main-main, magnitudo dari trade-war ini sangat besar, yaitu 200-300 miliar dollar AS.

Dua negara terbesar dalam perdagangan berperang, tak terelakkan akan berdampak pada dunia, terutama negara yang berhubungan dengan kedua negara tersebut.

Hal ini terjadi karena adanya proteksionisme dari kedua negara tersebut. Bagi perusahaan Indonesia yang melakukan ekspor ke AS atau China, tentu saja akan terkena pengaruh negatif pada usahanya.

Yang terakhir adalah kebijakan pertahanan AS setelah Presiden Trump membatalkan kesepakatan perjanjian nuklir dengan Iran.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com