Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Impor Beras dan Ketidakakuratan Data Produksi Beras Nasional

Kompas.com - 22/05/2018, 08:39 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk kembali menugaskan Perum Bulog mengimpor sebanyak 500.000 ton beras menimbulkan polemik.

Keputusan itu dianggap tidak memperhatikan kondisi produksi dan konsumsi beras nasional.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo pun turut mengomentari keputusan tersebut. Menurut dia, saat ini masyarakat tengah berada dalam ketidakpastian terkait impor tersebut akibat pemerintah tak transparan soal data beras nasional.

Dia pun menilai, kesimpangsiuran yang terjadi perihal impor beras lantaran tidak adanya kesamaan data dari tiga institusi pemerintahan.

Baca juga: Ketua DPR: Impor Beras Banyak, Tapi Tak Pernah Menurunkan Harga

Adapun data yang dimaksud Bambang tersebut adalah berkaitan dengan jumlah produksi beras lokal dan ketersediannya di Kementerian Pertanian (Kementan), Kemendag, dan Perum Bulog.

"Info yang kami terima di DPR, adanya kesimpangsiuran dan pro-kontra soal ketersediaan pangan dan impor (beras) itu adalah masalah data. Maka kami dari DPR mendorong pihak-pihak terkait untuk bekerja keras menyamakan data agar menjadi data tunggal," jelas Bambang saat ditemui di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta, Senin (21/5/2018).

Menurut Bambang, hal itu penting dilakukan agar stakeholder, para pengambil keputusan, dan juga presiden bisa menentukan langkah yang tepat perihal kebijakan impor beras tersebut.

"Mudah-mudahan Kementan, Kemendag, dan Bulog bisa segara punya satu data yang diacu untuk impor, terutama komoditas beras ini," sebut dia.

Baca juga: Buwas: Saya Bakal Dibenci Ibu-ibu kalau Gagal Urusan Beras

Hal sama pun dikemukakan oleh Anggota IV BPK Rizal Djalil. Rizal menyatakan bahwa data soal beras dalam negeri masih tidak akurat.

Ketidakakuratan itu kemudian membuat tumpang tindih data yang dikeluarkan antara Kementan, Kemendag, dan juga Perum Bulog.

"BPK menemukan persoalan data konsumsi beras nasional yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tidak akurat," ujar Rizal.

Selain itu, Rizal menambahkan, saat ini sistem pelaporan produktivitas padi juga belum akuntabel. Namun demikian, Rizal mengapresiasi adanya inisiatif penggunaan satelit dan metode kerangka sampling area untuk melihat produktivitas padi di beberapa wilayah.

"Dengan itu mudah-mudahan hasilnya atau data terkait produktivitas bisa lebih baik lagi," imbuh Rizal.

Komponen lainnya yang turut memengaruhi ketidakakuratan data soal beras adalah banyaknya lahan pertanian padi yang dialihfungsikan, terutama di wilayah yang menjadi sentra penghasil beras.

"Data luas lahan tidak akurat. Terutama di Karawang, alih fungsi lahannya luar biasa. Ini ini harus kita antisipasi semua bagaimana mencegah alih fungsi lahan tersebut," ungkap Rizal.

Terakhir, lanjut Rizal, pemerintah tak pernah mengatur ketetapan angka cadangan pangan meskipun hal itu merupakan kewajiban yang mesti dipenuhi pemerintah.

"Padahal untuk pengaturan angka cadangan pangan itu sudah ada di UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan," terang Rizal.

Halaman berikutnya Respons Menteri Pertanian

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com