BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Prasetiya Mulya

Jangan Jadi Penonton Saat Ekonomi Digital RI Terbesar Se-Asia Tenggara

Kompas.com - 29/05/2018, 03:52 WIB
Mikhael Gewati,
Dimas Wahyu

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gaung Indonesia menjadi yang terdepan dalam ekonomi digital di Asia Tenggara telah disampaikan Presiden Joko Widodo pada Februari 2016. Menurut Jokowi, nilai ekonomi digital negeri ini pada 2020 nanti sebesar 130 juta dollar AS.

Optimisme Jokowi itu bukan tanpa sebab. Pertumbuhan penggunaan internet yang pesat dan meningkatnya aliran modal yang masuk ke ekosistem digital Indonesia adalah tanda bahwa visi pemerintah bisa terwujud.

Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia ( APJII) mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2017 mencapai 143,26 juta orang. Angka ini lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya 132,7 juta (2016), 110,2 juta (2015), dan 88,1 juta pengguna (2014).

Sementara itu, hasil riset Google bersama Temasek yang dipaparkan pada Agustus 2016 menunjukkan, pertumbuhan pengguna Internet di Indonesia adalah yang paling pesat di dunia, yaitu rata-rata bertambah sebesar 19 persen per tahun.

Hasil studi itu memproyeksikan pada 2020 pengguna internet di Indonesia akan sebanyak 215 juta orang, dari sebelumnya hanya 92 juta pada 2015. Nilai pasar online Indonesia pun diprediksi mencapai 81 miliar dollar AS sebelum tahun 2025, dengan e-commerce menyumbang 57 persen atau 46 miliar dollar AS.

Hal itu sejalan dengan hasil kajian Indonesia Venture Capital Outlook 2017 yang dilansir pada September 2016. Studi yang dilakukan AT Kearney dan Google ini mencatat kalau modal yang masuk ke ekosistem digital Indonesia tumbuh dari 0,3 miliar dollar AS pada 2012 menjadi 6,8 milliar dollar AS pada 2016.

Keadaan ekonomi digital Indonesia saat ini pun diyakini banyak pihak mirip dengan kondisi China pada lima hingga tujuh tahun silam. Kemiripan ini diakui pengusaha dan investor asal negeri tirai bambu tersebut.

Seperti ditulis venturebeat.com, Minggu (29/1/2017), pada Juni 2015, ada tujuh orang gabungan dari pengusaha dan investor berpengaruh dari China yang datang ke Indonesia untuk bertemu dengan startup founder lokal.

Mereka kemudian menilai kalau ada kemiripan antara keadaan Indonesia kini dengan China sekitar lima hingga tujuh tahun lalu. Terlebih lagi, republik ini telah memiliki tiga startup unicorn, yaitu Tokopedia, Traveloka, dan Gojek.

Unicorn adalah perusahaan startup yang memiliki valuasi atau nilai lebih dari 1 miliar dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 13,1 triliun).

“Ini mencerminkan adanya kesempatan emas untuk berinvestasi, baik dari segi waktu maupun model yang telah terbukti,” ujar Xu Xiao Ping, pimpinan rombongan pengusaha dan investor asal China tersebut.

Kesempatan besar

Respons positif investor terhadap industri startup Tanah Air dan terus mengalirnya modal ke sektor tersebut tentu harus dimanfaatkan dengan jeli oleh para pelaku usaha lokal.

Ilustrasi respon positif investor terhadap industri startup nasionalThinkstock Ilustrasi respon positif investor terhadap industri startup nasional
Terlebih lagi, menurut Managing Director Kejora Ventures—perusahaan pendanaan modal untuk startup—Andy Zain, ada banyak masalah di dalam negeri yang bisa dijadikan peluang bisnis untuk mendirikan startup.

Meski begitu, kata dia, tak semua masalah cocok untuk perusahaan rintisan. Hanya masalah sederhana-sederhana saja, tetapi memiliki dampak besar, yang laku di pasaran Indonesia.

Ini terjadi karena penetrasi internet di negeri ini masih kecil, dan banyak penduduknya yang juga belum memahami internet.

"Indonesia itu besar, lebih besar dari Amerika. Makanya kalau mau mendirikan startup, visinya harus bisa menghasilkan dampak yang besar sampai ke Asia Tenggara karena kita juga ingin merajai kawasan tersebut," kata Andy, Kamis (3/5/2018).

Lebih dari itu, Andy menegaskan, karena pertumbuhan industri startup nasional berjalan begitu pesat, maka para calon startup founder harus belajar dengan cepat.

Untuk menjawab tantangan tersebut, mereka tak hanya cukup punya bekal pengetahuan dan finansial yang kuat. Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan, mereka perlu pula belajar keuletan, risk taking, dan integritas yang dibutuhkan untuk menjadi seorang entrepreneur.

“Ini diperlukan agar mereka bisa mengelola pertumbuhan bisnis yang kompleks dan cepat,” ucap Triawan, seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Kamis (3/5/2018).

Karenanya, selain belajar dan praktik, mereka butuh bimbingan dari orang-orang berpengalaman dalam bisnis startup. Nah, di sini institusi perguruan tinggi pun berperan penting bagi keberhasilan calon startup founder.

Kepala Bekraf Triawan Munaf dalam Gala Dinner Insan Media di Jakarta, Senin malam (31/10/2016).KOMPAS.com/PRAMDIA ARHANDO JULIANTO Kepala Bekraf Triawan Munaf dalam Gala Dinner Insan Media di Jakarta, Senin malam (31/10/2016).
Contohnya seperti yang dilakukan Universitas Prasetiya Mulya. Lembaga perguruan tinggi ini telah memperkenalkan program Magister Manajemen New Ventures Innovation (NVI) pada hari tersebut. Apa itu?

Program untuk mendidik dan melatih orang-orang yang ingin membuat perusahaan rintisan ini punya fasilitas pendukung bernama InnovationHub. Nama terakhir adalah suatu wadah berkumpulnya mahasiswa NVI dengan mentor-mentornya yang berprofesi sebagai startup founder, entrepreneur, capital venture, dan regulator.

"Melalui wadah tersebut, peserta didik bisa belajar banyak dari mentor-mentornya tentang dunia startup, bagaimana tantangannya, kesulitannya, dan aturan-aturan dalam industri tersebut," kata Dekan Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya, Agus W Soehadi.

Dengan begitu, mereka bisa mengetahui seluk-beluk bisnis startup sehingga diharapkan memiliki kemampuan dalam membuat bisnis startup dan mengembangkan bisnisnya.

Jadi, ketika ekonomi digital Indonesia menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, mereka pun tak lagi jadi penonton, tetapi sudah menjadi startup founder sukses.

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca tentang

Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com