JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengakui tak ada yang senang dengan naiknya suku bunga acuan. Termasuk Bank Indonesia yang menganggap hal tersbut sebagai opsi terakhir untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Meski begitu, selama Mei 2018 lalu, BI dua kali menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate.
Baca: Kenaikan Suku Bunga Acuan BI Positif untuk Rupiah
"Kenaikan suku bunga ini semacam pilihan yang paling tidak kita inginkan. Kalau sudah kondisinya begini, risiko ke depannya makin tinggi, kita milih suku bunga," ujar Dody di Auditorium Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (5/6/2018).
Dody mengatakan, kenaikan suku bunga dilakukan agar nilai tukar rupiah tidak anjlok terhadap dollar AS yang semakin kuat. Selain itu, dinaikannya suku bunga untuk menjaga angka inflasi.
Intervensi ganda di pasar valas dan pasar surat berharga negara untuk stabilisasi nilai tukar rupiah, penyesuaian harga di pasar keuangan secara wajar, dan menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang.
"Kami akan masuk ke pasar valas dan obligasi dengan jual beli untuk stabilkan nilai tukar," kata Dody.
Kemudian, strategi operasi moneter diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas, khususnya dinpasar uangnrupiah dan pasar swap antarbank.
"Ke depan, bank Indonesia akan mengkalibrasi perkembangan domestik dan global untuk memanfaatkan adanya ruang untuk kenaikan suku bunga secara terukur," kata Dody.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.