Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Tingginya Impor dan Lambatnya Ekspor

Kompas.com - 16/06/2018, 13:06 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

JAKARTA,  KOMPAS.com - Perbaikan terhadap kondisi neraca perdagangan jadi salah satu fokus pemerintah usai Lebaran.

Sejak awal tahun, neraca perdagangan memang lebih banyak mengalami defisit ketimbang surplus, yakni defisit pada Januari (minus 0,68 miliar dollar AS), Februari (minus 0,12 miliar dollar AS), dan April (minus 1,63 miliar dollar AS), serta surplus pada Maret (1,09 miliar dollar AS).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, peningkatan kegiatan ekonomi Indonesia selama ini berkontribusi pada pertumbuhan impor, terutama bahan baku dan bahan penolong.

Sementara ekspor berjalan lambat, bahkan tidak bisa menyamai pertumbuhan impor yang mencapai dua digit dari data terakhir.

(Baca: Apindo: Rupiah Melemah, Ekspor Harus Digenjot)

"Ekspor kita hanya naik 8 sampai 9 persen kemarin, year to date, sementara impornya (tumbuh) 21 persen. Jadi, ekspornya melambat, tapi impornya makin cepat, itu sebabnya kita defisit," kata Darmin saat open house di kediamannya, Jakarta Selatan, Sabtu (16/6/2018).

Menurut Darmin, salah satu sektor industri yang sedang berkembang adalah industri farmasi.

Seiring dengan geliat industri farmasi, di satu sisi ikut mendongkrak impor karena bahan bakunya banyak yang berasal dari luar negeri, sementara produk farmasi paling banyak dipakai untuk di dalam negeri mendukung program jaminan kesehatan, bukan untuk diekspor.

Ditambah lagi dengan impor yang terjadi menjelang Lebaran, meski jumlahnya disebut Darmin tidak terlalu besar karena kebanyakan untuk konsumsi.

(Baca: Bulog Kantongi Izin Impor Beras 1 Juta Ton)

 

Ia menjelaskan, Indonesia masih terkendala melakukan ekspor, seperti adanya penetapan tarif bea masuk untuk kelapa sawit yang tinggi di India.

"Ketika Perdana Menteri Modi (India) datang, itu termasuk yang dibicarakan Presiden karena banyak pengaruhnya ekspor kelapa sawit agak turun ke India. Mudah-mudahan setelah dititipkan ke PM Modi bisa ada solusi," ujar Darmin.

Adapun upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah mendorong investasi bertujuan ekspor.

Cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan memberi insentif berupa tax holiday kepada sejumlah sektor industri, termasuk industri petrokimia, industri kimia dasar, industri besi dan baja, dan industri hulu lainnya.

(Baca: Menperin Harap Tax Holiday Baru Dorong Industri Petrokimia)

"Kalau industri hulunya sudah di sini, yang terjadi kemudian adalah impornya tidak terlalu besar. Ini semua sedang kami siapkan agar bisa memperbaiki neraca perdagangan dalam bulan-bulan dan tahun ke depan," ujarnya.

Meski surplus neraca perdagangan baru terjadi 1 bulan sejak awal tahun, Darmin optimistis neraca perdagangan keseluruhan untuk tahun ini akan surplus.

Pada akhirnya, surplus neraca perdagangan diharapkan bisa mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi tahun ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com