Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Rahasia Indonesia di Balik Pencabutan Larangan Terbang Uni Eropa

Kompas.com - 16/06/2018, 18:43 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Atas alasan belum terpenuhinya standar keselamatan penerbangan, Uni Eropa melalui European Commission melarang seluruh maskapai asal Indonesia terbang ke Eropa pada 2007 silam.

Setelah seluruh maskapai dilarang, pemerintah bersama maskapai secara bertahap meningkatkan standar keselamatan hingga larangan itu dicabut sepenuhnya pada 14 Juni 2018.

Upaya bersama itu menghasilkan buah positif. Pada 2009, Uni Eropa mencabut larangan terbang bagi beberapa maskapai, yaitu Garuda Indonesia, Mandala Air, Airfast, dan PremiAir.

Pencabutan larangan terbang dilanjutkan pada 2010 untuk Indonesia AirAsia dan Batavia Air; lalu 2011 untuk perusahaan penerbangan kargo PT Cardig, PT Air Maleo, Asia Link, dan Republik Express; dan 2016 untuk Batik Air, Citilink, dan Lion Air.

Pesawat maskapai Citilink di Bandara Juanda, Surabaya, Senin (14/5/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Pesawat maskapai Citilink di Bandara Juanda, Surabaya, Senin (14/5/2018).

Bila dilihat menyeluruh, butuh waktu satu dekade untuk membebaskan 7 maskapai utama Indonesia (Garuda Indonesia, Airfast, PremiAir, Indonesia AirAsia, Citilink, Batik Air, dan Lion Air) dari larangan terbang ke Eropa.

Hanya berselang setahun, Uni Eropa juga membebaskan total 55 maskapai lain dari larangan tersebut.

(Baca: Eropa Resmi Cabut Larangan Terbang Seluruh Maskapai Asal Indonesia)

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso, perbaikan yang dilakukan salah satunya menjadikan pemerintah sebagai motor atau regulator.

Dengan begitu, maskapai yang merupakan operator harus memenuhi standar yang diberlakukan regulator atau pemerintah.

"Komandannya adalah regulator, operator mengikuti regulasi yang sudah ditetapkan, sehingga semua aspek bisa dipenuhi. Begitu regulator dipercaya, maka operatornya juga bisa dipercaya," kata Agus, Jumat (15/6/2018).

Diplomasi permen

Sebelum mendapat pengakuan dari Uni Eropa, Indonesia terlebih dahulu sudah menerima safety rating dari Federal Aviation Administration (FAA) pada 2016. FAA merupakan regulator penerbangan sipil di Amerika Serikat.

Selain itu, Indonesia juga sudah mendapat hasil audit yang baik dari International Civil Aviation Organization (ICAO) tahun 2017.

ICAO adalah perusahaan penerbangan sipil internasional yang beranggotakan negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

(Baca: Council President Certificate untuk Penerbangan Indonesia)

"Pengakuan dari FAA hanya 1 negara, yaitu Amerika. Kalau ICAO ada 192 negara, sementara Uni Eropa hanya 27 negara. Saya bawa hasil dari ICAO, nih 192 negara saja sudah, kamu yang 27 kok belum? Itu salah satu strategi diplomasi yang kami lakukan. Kayak anak SD, saya sudah nulis begini kok enggak dikasih permen, seperti itu," tutur Agus.

Setelah menerima pengakuan dan kepercayaan dari Uni Eropa, Indonesia menyambut baik tawaran kerja sama di industri penerbangan ke depan.

Indonesia juga semakin yakin meningkatkan sektor pariwisata, dengan turis asal Eropa sebagai salah satu yang berpotensi meramaikan Tanah Air dalam beberapa waktu mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com