Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Sri Mulyani Menolak Tambahan Anggaran Rp 34 Miliar untuk Bea Cukai

Kompas.com - 28/06/2018, 14:59 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan pengalamannya memberikan pemahaman kepada jajarannya agar efektif menggunakan anggaran yang telah dialokasikan.

Salah satu pengalamannya adalah ketika Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengaku kekurangan anggaran bahan bakar minyak (BBM) untuk patroli personel bea dan cukai sebesar Rp 34 miliar.

"Waktu itu BC lapor ke saya, tahun ini BBM untuk patroli BC tidak cukup karena tidak ada alokasi anggarannya, kalau tidak salah kebutuhannya Rp 34 miliar. Saya bilang, enggak mau tahu itu harus dipenuhi, tapi enggak menambah belanja," kata Sri Mulyani saat memberi sambutan pada Sosialisasi Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Kementerian Keuangan, Kamis (28/6/2018).

Sri Mulyani mengungkapkan, dirinya tidak ingin kebutuhan di DJBC dipenuhi dengan cara menambah anggaran semata. Padahal, seharusnya setiap kementerian/lembaga sudah mendesain dengan matang rencana kegiatan berikut alokasi anggaran setahun sebelumnya, sehingga saat tahun anggaran berjalan tinggal dieksekusi.

Baca juga: Sri Mulyani: Defisit Bisa Ditekan Jika Belanja Negara Efektif

Sehingga, cara yang ditempuh saat itu adalah kembali meneliti seluruh alokasi anggaran di DJBC.

Hal itu dilakukan oleh Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo bersama seluruh pejabat di eselon I hingga akhirnya didapat uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan BBM guna patroli personel bea dan cukai.

"Setelah dibongkar oleh Pak Wamen dan seluruh eselon I, kami bisa kok mendanai itu tanpa menambah anggaran. Kebanyakan kementerian/lembaga tidak secara teliti melihat alokasinya, sehingga perencanaan dan penganggaran jadi sangat-sangat critical," tutur Sri Mulyani.

Sri Mulyani meyakini, anggaran untuk belanja negara dalam APBN 2018 sebesar Rp 2.220,7 triliun sudah sangat mencukupi untuk kebutuhan belanja pemerintah pusat hingga transfer ke daerah serta dana desa. Belanja pemerintah pusat dalam hal ini termasuk dengan belanja untuk kementerian/lembaga.

"Pentingnya suatu siklus penganggaran yang baik, dari mulai perencanaan, penganggaran, pengadaan, perbendaharaan, sampai dengan pelaporan," ujar dia.

Merujuk dari APBN 2018, anggaran belanja negara ditetapkan sebesar Rp 2.220,7 triliun, di mana Rp 1.454,5 triliun merupakan belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah serta dana desa sebesar Rp 766,2 triliun. Dari total belanja pemerintah pusat, belanja kementerian/lembaga tercatat sebesar Rp 847,4 triliun.

Adapun dalam belanja kementerian/lembaga tahun ini, sebanyak Rp 203,9 triliun dipakai untuk belanja modal dan Rp 320 triliun dialokasikan sebagai belanja operasional yang sebagian dalam bentuk belanja barang.

Sementara dari alokasi belanja pemerintah pusat, Rp 524 triliun dilakukan melalui proses pengadaan barang dan jasa, setara dengan 36 persen dari total belanja pemerintah pusat.

Kompas TV Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pemberian hak keuangan kepada anggota BPIP tidak seluruhnya merupakan gaji.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com