Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OJK: Ada 227 Entitas Fintech yang Ilegal

Kompas.com - 27/07/2018, 12:59 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan mencatat ada 227 entitas pinjam meminjam uang berbasis teknologi (fintech peer-to-peer lending) yang tidak resmi di Indonesia.

Daftar tersebut didapatkan dari hasil screening satuan tugas waspada investasi terhadap perusahaan fintech yang tak terdaftar

Ketua Satuan Tugas Waspada Investigasi Tongam L Tobing mengatakan, 227 perusahaan tersebut melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 di mana diatur kewajiban bagi penyelenggara peer-to-peer lending untuk mendaftar ke OJK.

"Dalam perjalanan sangat banyak fintech ilegal. Di website, di App Store masih banyak tawaran (pinjam meminjam)," ujar Tongam dalam konferensi pers di kantor OJK, Jakarta, Jumat (27/7/2018).

OJK telah dua kali melakukan panggilan terhadap perusahaan fintech ilegal pada 19 Februari dan 25 Juli 2018. OJK hanya mengundang 69 perusahaan yang diketahui kontaknya. Namun, hanya 22 dari mereka yang datang.

Dalam pertemuan itu, OJK mengajak entitas yang hadir untuk segera melakukan pendaftaran. Dengan terdaftar, maka bisa menghindari berbagai dampak negatif yang akan merugikan konsumen.

"Kita dorong mereka harus menuruti aturan di Indonesia. Semua fintech peer-to-peer lending harus terdaftar," kata Tongam.

Dalam rapat Satgas Waspada Investigasi, diputuskan bahwa semua fintech peer-to-peer lending ilegal harus menghentikan kegiatan. Seluruh aplikasi yang terdapat di Google Play, App Store, dan media sosial lainnya akan dihapus.

"OJK juga memerintahkan agar tanggungjawab entitas ilegal kepada nasabah segera diselesaikan," kata Tongam.

Tongam mengimbau masyarakat untuk memastikan betul latar belakang perusahaan fintech sebelum memberi pinjaman maupun meminjam uang. Pastikan perusahaan itu kredibel dan yang terpenting sudah terdaftar di OJK.

Tongam mengatakan, ada beberapa dampak negatif dari fintech ilegal. Pertama, dapat digunakan unruk tindak pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme. Kedua, data dan informasi pengguna dapat disalahgunakan.

Selain itu, tidak ada perlindungan terhadap pengguna karena perusahaannya abal-abal. Negara juga merugi karena tidak ada potensi penerimaan pajak.

"Hal ini bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat untuk peer-to-peer lending," kata Tongam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com