Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bonus Demografi Indonesia Dibayangi "Stunting"

Kompas.com - 08/08/2018, 22:41 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait diminta terus mewaspadai risiko stunting menjelang bonus demografi yang akan jatuh pada tahun 2030. Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu lama akibat makanan yang tidak sesuai.

"Kemenkominfo mendapati bahwa anak yang mengalami stunting tidak hanya di lingkungan keluarga miskin dan kurang mampu, tapi juga pada keluarga di atas 40 persen tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widiastuti melalui keterangannya kepada Kompas.com, Rabu (8/8/2018) malam.

Niken menyebutkan, masih banyak orang tua maupun keluarga yang belum paham betul tentang stunting. Sebagian besar dari mereka menganggap gejala anak kurang gizi sebagai hal biasa, bahkan dikaitkan dengan faktor keturunan semata yang menyebabkan pertumbuhan anak makin terhambat.

"Stunting akan jadi ancaman generasi di masa mendatang jika tidak ditangani secara serius. Indonesia akan melewati masa bonus demografi hingga tahun 2030 dengan tidak optimal karena tidak menciptakan generasi yang unggul," tutur Niken.

Baca juga: Bonus Demografi Harus Diikuti dengan Penguasaan Teknologi Digital

Berdasarkan data terakhir, wilayah di Indonesia yang mengalami stunting tertinggi ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) di Sumatera Selatan. Jumlah anak dengan stunting di sana mencapai 40,5 persen atau di atas angka stunting secara nasional sebesar 37 persen.

Adapun masalah yang menyertai fenomena stunting di antaranya akses anak terhadap gizi berkualitas melalui ASI eksklusif. Menurut Kemenkominfo, saat ini ada 60 persen dari anak usia 0-6 bulan yang tidak mendapat ASI eksklusif.

Kemudian 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping ASI (MPASI). Ditambah sekitar 2 sampai 3 ibu hamil didapati belum mengonsumsi suplemen zat besi yang memadai.

"Semakin muda usia perkawinan juga berkontribusi pada semakin besar risiko melahirkan bayi stunting. Kasus stunting di keluarga miskin sebesar 48,4 persen dan pada keluarga kaya 29 persen," ujar Niken.

Niken mengimbau bagi keluarga muda atau mereka yang akan memiliki anak agar memerhatikan tanda-tanda stunting. Tanda tersebut di antaranya tinggi badan anak yang tidak wajar, pubertas terhambat, hingga kurangnya performa dalam perhatian dan memori ketika belajar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com