Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak Cukup dengan Hanya Membawa Pulang Devisa Ekspor ke Indonesia

Kompas.com - 09/08/2018, 08:36 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan ekonomi Indonesia bocor dalam konteks makroekonomi. Kebocoran dikarenakan devisa yang seharusnya masuk dari kegiatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti ekspor, tidak benar-benar masuk dalam wujud rupiah.

Sehingga ternyata dengan hanya membawa pulang devisa hasil ekspor (DHE) saja tidak cukup.  DHE itu harus dikonversi ke rupiah untuk bisa benar-benar mendorong perekonomian Indonesia.

Berdasarkan data terakhir, devisa yang masuk setiap tahun dari kegiatan ekspor mencapai 80 hingga 81 persen. Dari devisa yang masuk, hanya sekitar 15 persen yang dikonversi ke rupiah, selebihnya masih dalam bentuk tabungan valas, deposito, maupun giro.

Ekspor baru bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ketika devisa dari hasil ekspor itu pulang ke dalam negeri. Namun, kondisinya memang tidak semua devisa hasil ekspor dikonversi ke rupiah karena berbagai hal, salah satunya karena kebutuhan pengusaha yang sebagian besar kegiatannya bergantung pada impor bahan baku.

Baca juga: Klarifikasi Menko Darmin soal Kebocoran Ekonomi

Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno dalam diskusi di Hotel Millenium pada Rabu (8/8/2018) menyatakan setuju devisa hasil ekspor harus dibawa pulang. Namun, ada hal-hal teknis yang jadi keberatan pengusaha lantaran biaya untuk swap valas di bank yang masih kemahalan.

Swap merupakan transaksi pertukaran dua valas melalui pembelian tunai dengan penjualan kembali secara berjangka atau penjualan tunai dengan pembelian kembali secara berjangka. Pengusaha yang melakukan swap akan mendapat kepastian kurs karena bersifat tetap selama masa kontrak, sehingga dapat terhindar dari kerugian selisih kurs terutama ketika kondisi sedang tidak stabil.

"Sarananya dipermudah, ongkosnya juga jangan mahal-mahal. Toh sama saja, kalau kami bayar mahal, perusahaan rugi, nanti pemerintah tidak dapat pajaknya," kata Benny.

Senada dengan Benny, Wakil Presiden Direktur Pan Brothers Anne Patricia Sutanto mengungkapkan bank sering mengambil spread atau rentang yang terlalu tinggi ketika pengusaha hendak swap valas.

Hal itu dinilai merugikan pengusaha dan membuat performa usaha jadi tidak maksimal, yang ujungnya menyulitkan devisa hasil ekspor kembali ke negara.

"Bank jangan ambil spread terlalu tinggi, kalau bisa setengah saja lah. Kalau dollar AS lagi volatile, spread-nya bisa lebih tinggi lagi. Kami jangan dirugikan," tutur Anne.

Baca juga: Jokowi Minta Para Taipan Bawa Valasnya ke Indonesia

Para pengusaha juga merasa mereka tidak ada yang dengan sengaja menahan devisa dalam bentuk dollar AS dan tidak dikonversi ke rupiah sebagai devisa hasil ekspor.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Togar Sitanggang mengungkapkan, untuk pengusaha kelapa sawit, hampir 100 persen devisa hasil ekspor dibawa pulang dan dikonversi ke rupiah.

Hal ini berbeda dengan industri lain yang bergantung pada impor, seperti manufaktur. Menurut Anne, perusahaan seperti Pan Brothers yang bergerak di tekstil masih membutuhkan dollar AS untuk impor bahan baku karena katun tidak bisa didapat di dalam negeri, harus diimpor dari luar.

"Di satu sisi, insentif perlu. Tetapi, perbankan kita juga perlu paham dan mendukung program ini, sehingga sektor usaha yang exported dan masih butuh dollar AS benar-benar merasakan aman dan tidak dirugikan," ujar Anne.

Direktur Departemen Statistik Bank Indonesia Tutuk Cahyono menyampaikan, alasan pihaknya mengimbau pengusaha bawa pulang devisa hasil ekspor agar nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya. Devisa hasil ekspor juga diperlukan untuk memperkuat cadangan devisa yang sudah tergerus cukup dalam sejak awal tahun.

"Tentu dengan gembar gembor devisa hasil ekspor dikonversi (ke rupiah), akan menambah supply di pasar. Kami ingin nilai tukar mencerminkan fundamentalnya, jangan sampai nilai tukar kita terlalu terdepresiasi atau terlalu menguat, nanti (pengusaha yang) ekspor impor pada teriak," ucap Tutuk.

Baca juga: Pengusaha Sebut Biaya "Swap" Valas BI Masih Kemahalan

Posisi cadangan devisa akhir Juli 2018 sebesar 118,3 miliar dollar AS. Berarti, cadangan devisa sejak akhir Januari yang sebesar 131,98 miliar dollar AS sudah tergerus sekitar 13,68 miliar dollar AS untuk stabilisasi nilai tukar rupiah dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

"Kami harus memupuk sebanyak mungkin cadangan devisa sehingga bisa untuk berjaga-jaga, apalagi kondisi eksternal makin tidak menentu. Kalau cadangan devisa makin kecil, akan menimbulkan ketidakpercayaan pelaku ekonomi. Itu dampaknya akan ke mana-mana," sebut Tutuk.

Mengenai masukan dari para pengusaha tentang swap, sudah ditangkap sebelumnya oleh Gubernur BI Perry Warjiyo yang menjanjikan akan menurunkan biaya swap. Benny juga memastikan pengusaha bersedia bekerja sama dengan BI dan pemerintah untuk sama-sama mencari jalan keluar masalah devisa hasil ekspor ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan jadi 6,25 Persen

Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan jadi 6,25 Persen

Whats New
Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Earn Smart
Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Earn Smart
Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang Jika Mau Maju

Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang Jika Mau Maju

Whats New
United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

Whats New
Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Whats New
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Whats New
KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Earn Smart
Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Whats New
Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Whats New
Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Whats New
Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Whats New
Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Whats New
Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com