Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti : HET Tidak Efektif Untuk Stabilkan Harga Beras

Kompas.com - 09/08/2018, 20:39 WIB
Putri Syifa Nurfadilah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan, kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) tidak efektif dalam menekan harga beras di tingkat konsumen.

Kebijakan HET yang diterapkan sejak September 2017 tidak membuahkan hasil manis. Hal ini terbukti harga beras medium selalu lebih tinggi dari patokan HET. Apalagi dengan kondisi saat ini, harga gabah yang mahal pasti membuat harga beras menjadi lebih mahal dan dapat diprediksi melebihi HET.

Dia mengungkapkan, kalau pelaku usaha dipaksa untuk mengikuti harga HET dengan menekan margin, maka yang akan terjadi adalah tidak ada pelaku pasar yang akan menjual beras domestik.

Hal ini akan berdampak pada berhenti berproduksinya petani gabah. Dampak selanjutnya adalah bukan tidak mungkin penggilingan menengah juga akan berhenti berproduksi. Masalah-masalah ini akhirnya akan merusak perdangan beras di tanah air.

“Langkah yang perlu dipastikan saat ini bukan fokus pada penyerapan dan penetapan HET lagi, tetapi bagaimana membantu petani meningkatkan produktivitas ditengah kondisi cuaca yang tidak mendukung sehingga memastikan bahwa jumlah produksi domestik dapat meningkat dengan kualitas yang dapat bersaing di pasar,” jelas Novani dalam keterangan resminya yang diterima oleh Kompas.com, Kamis (9/8/2018).

Menurutnya, kebijakan ini justru memicu adanya pasar gelap dan meningkatkan risiko kelangkaan beras. Namun, di sisi lain pemerintah justru menyebut panjangnya rantai distribusi adalah penyebab tingginya harga beras di Indonesia.

“Kalau begitu pemerintah harus bisa menyederhanakan rantai distribusi yang panjang dulu sebelum menerapkan HET,” tegas Novi.

Dia menjelaskan, untuk di sisi hilir pemerintah sudah seharusnya membuka mekanisme impor beras untuk memenuhi kebutuhan beras tanah air dan juga untuk menahan tingginya harga di pasar yang diekspektasikan akan meningkat hingga akhir tahun 2018. Karena saat ini pemerintah tidak bisa memenuhi jumlah seluruh permintaan beras dengan harga yang terjangkau.

Permasalahan yang terjadi di hulu pun akan mempengaruhi kondisi di hilir, ungkapnya. Kemendag menetapkan HPP sebesar Rp 3.700 untuk gabah kering panen dan dipergunakan sebagai pemenuhan kebutuhan cadangan beras pemerintah dan bantuan sosial. Jelas harga ini jauh dibawah harga pasar yang berada di sekitar Rp 4.700 per kg.

Pada akhirnya petani akan dihadapkan pada pilihan yang terbatas. Nilai HPP yang lebih rendah dari pada harga di pasar jelas akan merugikan petani. HPP dinilai sudah tidak realistis karena petani jelas akan menjual diatas HPP, apalagi sekarang banyak masalah terkait produktivitas lahan seperti kekeringan dan cuaca yang tidak diprediksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Earn Smart
Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Whats New
Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Whats New
Sepakati Kerja Sama Kementan-Polri, Kapolri Listyo: Kami Dukung Penuh Swasembada

Sepakati Kerja Sama Kementan-Polri, Kapolri Listyo: Kami Dukung Penuh Swasembada

Whats New
Syarat dan Cara Pinjam Uang di Pegadaian, Bisa Online Juga

Syarat dan Cara Pinjam Uang di Pegadaian, Bisa Online Juga

Earn Smart
Memenangkan Ruang di Hati Pelanggan

Memenangkan Ruang di Hati Pelanggan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com