Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Waspadai Dampak Rambatan Krisis Turki

Kompas.com - 15/08/2018, 18:01 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) menyatakan, ketidakpastian ekonomi global semakin meningkat.

Hal tersebut ditunjukkan munculnya risiko rambatan dari gejolak ekonomi di Turki yang disebabkan oleh kerentanan ekonomi domestik, persepsi negatif terhadap kebijakan otoritas, serta meningkatnya ketegangan hubungan antara Turki dengan AS.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, bank sentral terus mewaspadai risiko dari sisi eksternal tersebut, termasuk kemungkinan dampak rambatan dari Turki.

"Meskipun diyakini bahwa ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat didukung oleh indikator fundamental ekonomi yang sehat dan komitmen kebijakan yang kuat," ujar dia saat memberikan keterangan pers mengenai hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Agustus di Gedung BI, Rabu (15/8/2018).

Pada saat yang sama, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menambahkan, sebagai negara dengan defisit ekspor-impor sekaligus defisit neraca berjalan (CAD), Indonesia harus bisa mendapatkan pendanaan dari luar negeri untuk menambal defisit tersebut.

Namun, dengan kondisi ekonomi yang semakin bergejolak dan diperparah dengan adanya krisis Turki, dapat menghambat dana luar negeri untuk masuk ke pasar negara berkembang termasuk Indonesia.

"Kita saat ini menghadapi gejolak di dunia dan diperparah lagi dengan adanya krisis di Turki. Dan kita ini negara yan ekspor-impor dan CAD defisit, artinya kita harus mendapat pendanaan dari luar negeri untuk mendanai defisit itu," jelas Mirza.

Dana luar negeri tersebut, lanjut Mirza, bisa berasal dari foreign direct investment (FDI) atau investasi asing, portfofolio, ataupun utang luar negeri.

Lebih lanjut Mirza menjelaskan, Indonesia selama ini dinilai telah dapat mengelola perekonomian dengan baik yang dicerminkan melalui kebijakan moneter dan fiskal.

"Nah kreditur ingin, tentu ekonomi dikelola dengan baik dan prudent. Kita selama ini sudah menunjukkan hal tersebut baik melalui kebijakan moneter maupun fiskal, sehingga kita terus menunjukkan kehati-hatian tersebut," lanjut dia.

Mirza pun menambahkan, meski pelebaran CAD pada kuartal II 2018 disebabkan oleh kenaikan barang modal yang sifatnya produktif, namun Indonesia tetap harus menunjukkan sikap kehati-hatian.

"Kita enggak mau CAD semakin lebar yang artinya kebutuhan pendanan luar negeri semakin lebar. Kita ingin menunjukkan investor atau kreditur kalau kita kelola ekonomi dengan baik," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Whats New
Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com