Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apindo Pertanyakan Pungutan 10 Persen Laba Dalam RUU SDA

Kompas.com - 21/08/2018, 13:38 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengkritisi salah satu poin dalam Rancangan Undang-undang Sumber Daya Air, yakni pungutan terhadap dunia usaha dalam bentuk bank garansi dan kompensasi untuk konservasi SDA minimal 10 persen dari laba usaha. Hal ini terdapat pada Pasal 47 RUU SDA.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mempertanyakan dasar pemerintah menerapkan pungutan 10 persen dari laba.

"Perumus tidak memahami masalahnya. Ini yang bukin drafnya kira-kira pengetahuannya seberapa luasnya?" ujar Hariyadi di Jakarta, Selasa (21/8/2018).

Hariyadi mengatakan, pungutan tersebut membuat ekonomi di Indonesia tidak kompetitif. Tak hanya itu, biaya produksi juga akan terbebani. Bahkan ada bank garansi untuk penggunaan volume air yang dipakai.

Baca juga: Pengusaha Air Kemasan: RUU SDA Membuat Bisnis AMDK Mati Pelan-pelan

"Kami khawatir betul akan membuat beban biaya seluruh sektor besar," kata Hariyadi.

Dampak buruknya tak hanya dirasakan industri, tapi juga akan membebankan masyarakat. Jika biaya produksi makin besar, maka harga-harga juga terancam naik.

"Ini akan jadi beban baru bagi industri yang juga akan dibebankan ke masyarakat," lanjut dia.

Hariyadi mengkritik pemerintah yang tak pernah melibatkan pelaku usaha dalam merumuskan RUU SDA. Setelah melihat draftnya, ia mengaku terkejut karena beberapa poinnya merugikan bagi industri.

Salah satunya penguasaan sumber daya air oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Usaha Milik Desa. Dilihat dari fungsi ekonomi, kata dia, pengaturan pengelolaan air harus dilihat secara seksama dari berbagai aspek.

Jika sumber daya air sepenuhnya dikelola negara, Hariyadi khawatir pemerintah tak punya dana yang cukup untuk menyediakan air bersih. Sebab, untuk mengelola air bersih tak bisa sembarangan. Harus dipastikan kawasan sekitar sumber air itu steril dan tidak tercemari. Dalam aturan disebutkan bahwa jika BUMN tifak sanggup mengelola, baru diberikan ke swasta.

"Kami khawatir ini akan menciptakan rente ekonomi baru dengan berbagai dalih," kata Hariyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com