Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengendalian 900 Komoditas Impor Dinilai Lebih sebagai "Announcement Effect"

Kompas.com - 30/08/2018, 20:38 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Chief Economist Bank Mandiri Anton H Gunawan menilai langkah pemerintah mengkaji 900-an komoditas impor barang konsumsi untuk dikendalikan bukan semata-mata mau membatasi impor.

Hal itu dinilai tidak akan dilakukan pemerintah karena banyak barang yang diproduksi dalam negeri dipasok oleh bahan baku impor, bahkan pada industri yang berorientasi ekspor.

"Kajian 900 komoditas impor barang konsumsi lebih kepada announcement effect," kata Anton dalam Media Briefing di Plaza Mandiri, Kamis (30/8/2018).

Announcement effect yang dimaksud adalah membangkitkan kesadaran masyarakat dan industri untuk tidak terlalu bergantung pada barang konsumsi yang berasal dari impor. Dalam hal ini, pemerintah sekaligus mendorong industri dalam negeri yang mampu untuk menyediakan barang serupa sebagai pengganti barang konsumsi yang selama ini diimpor.

Baca juga: Pemerintah Kaji 900 Komoditas Impor, Pengusaha Deg-degan

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah impor kategori consumer goods periode Januari hingga Juli 2018 meningkat sangat signifikan dibanding dua tahun sebelumnya.

Pertumbuhan impor consumer goods atau barang konsumsi tujuh bulan pertama tahun 2018 tercatat sebesar 27 persen, di mana tahun 2017 untuk kategori yang sama justru tumbuh minus 7,5 persen dan 4,5 persen untuk tahun 2016.

Meski begitu, porsi impor barang konsumsi hanya 9 persen dari total keseluruhan impor. Porsi impor terbanyak kedua (16 persen) merupakan barang modal dan terbanyak pertama (75 persen) adalah bahan baku.

"Impor barang konsumsi meningkat dengan sangat cepat, sehingga itu yang coba untuk dikendalikan oleh pemerintah," tutur Anton.

Baca juga: Faisal Basri Sebut Impor ke Indonesia Serupa Air Bah

Adapun tujuan pemerintah mengendalikan impor barang konsumsi adalah untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan yang sempat melebar hingga 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Anton, pemerintah sebaiknya tidak hanya fokus pada neraca transaksi berjalan atau current account, melainkan lihat juga financial account serta capital account.

"Soal current account deficit di bawah 3 persen masih oke, tapi dari sisi financing yang kelihatan akan menurun. Harus memperhatikan financial account dan capital account, karena ada outflow (arus modal keluar) mencari safe haven (tempat aman) di AS," ujar Anton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com