Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apindo Anggap Kenaikan Pajak Impor Tak Berdampak Signifikan

Kompas.com - 08/09/2018, 21:50 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Heru Margianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani menilai, kenaikan Pajak Penghasilan impor Pasal 22 tak akan berdampak signifikan bagi perkonomian Indonesia.

Pemerintah memutuskan menaikkan PPh impor terhadap 1.147 pos tarif untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan. Baca: Pemerintah Resmi Naikkan PPh Impor 1.147 Komoditas

"Kemarin dijabarkan juga secara menyeluruh cuma 6,6 miliar dolar AS. Sebenarnya dampaknya secara simulasi enggak signifikan," ujar Shinta di Jakarta, Jumat (7/9/2018).

Sementara, total impor Indonesia sebesar 156,89 miliar dollar AS. Meski begitu, Shinta memaklumi langkah pemerintah yang harus bertindak cepat menangani neraca dagang yang terus defisit.

Menurutnya, dengan kebijakan adalah langkah paling cepat yang bisa diambil pemerintah. Ada persepsi psikologis, pemerintah melakukan sesuatu dengan mengerem impor dan menaikkan PPh untuk mengatasi pelemahan rupiah.

"Kalau cara lain mungkin memakan waktu, jadi mengendalikan impor dengan menaikkan PPh impor 22 paling cepat," kata dia.

Hanya saja, Shinta mengingatkan agar berhati-hati terhadap dampaknya. Dengan kenaikan pajak impor, maka otomatis harga-harga juga akan naik. Terutama untuk barang konsumsi seperti makanan dan minuman serta produk manufaktur lainnya.

"Mungkin kenaikan tarifnya tidak terlalu signifikan, tapi akan ada dampaknya ke konsumen," kata Shinta.

Menaikkan tarif PPh

Pemerintah resmi menaikkan tarif PPh impor atau PPh pasal 22 kepada 1.147 barang. Hal itu dilakukan untuk mengendalikan impor dan memperbaiki defisit neraca pembayaran.

Barang tersebut mengalami kenaikan pajak impor bervariasi mulai dari 7,5 hingga 10 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan penelitian detil untuk menaikkan pajak impor 1.147 barang tersebut agar tidak memengaruhi perekonomian secara keseluruhan.

Baca juga: Ini Jenis Barang yang Tarif PPh Impornya Naik

Adapun rincian kenaikan pajak impor tersebut di antaranya adalah 719 barang atau post tarifpajak impornya naik tiga kali lipat dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.

Sementara itu, keputusan pemerintah menaikkan pajak impor terhadap 1.147 barang tersebut lantaran nilai impornya sudah terlampau tinggi dibandingkan 2017.

"Nilai impor keseluruhan 1.147 komoditas pada 2017 sebesar 6,6 miliar dollar AS, sedangkan sampai Agustus 2018 saja sudah 5 miliar dollar AS. Makanya ini mau kita kendalikan karena sudah terlampau tinggi," kata Sri Mulyani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GOTO Catat Rugi Bersih Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024, Susut 78 Persen

GOTO Catat Rugi Bersih Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024, Susut 78 Persen

Whats New
Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Whats New
Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Whats New
Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Spend Smart
Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Whats New
Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Whats New
Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

Whats New
Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Whats New
Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Whats New
Soal Boks Mainan Megatron 'Influencer' Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Soal Boks Mainan Megatron "Influencer" Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Whats New
Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Menteri Trenggono Akui Sulit Cegah Penyelundupan Benih Lobster

Menteri Trenggono Akui Sulit Cegah Penyelundupan Benih Lobster

Whats New
Ormas Bakal Bisa Kelola Izin Tambang, Ini Alasan Bahlil

Ormas Bakal Bisa Kelola Izin Tambang, Ini Alasan Bahlil

Whats New
TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

Whats New
Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com