Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani: Dampak Perang Dagang Diprediksi Berlangsung hingga 2019

Kompas.com - 10/09/2018, 17:23 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guncangan kondisi perekonomian global akibat kebijakan perdagangan di AS masih akan berlanjut hingga tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, AS terus membebani tarif terhadap impor dari China yang membuat perang dagang kian memanas.

Dampaknya tak hanya ke dua negara tersebut, tapi juga secara global. Padahal, kata Sri Mulyani, kalangan pebisnis telah memperingatkan Presiden AS Donald Trump mengenai risiko atas kebijakan itu.

"Namun nampaknya arah kebijakan AS adalah meminta manufaktur untuk kembali ke AS. ini adalah risiko yang sangat nyata," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja di komplels DPR RI, Jakarta, Senin (10/9/2018).

Perang dagang AS tak hanya dilancarkan ke China, tapi juga ke Kanada, Eropa, dan Jepang pun berpotensi terkena kebijakan tersebut. Kondisi tersebut emnimbulkan dinamika yang sangat tersasa sepanjang 2018.

"Ini tentu akan memberikan pengaruh risiko terhadap outlook dari perekonomian 2018 dan diperkirakan akan terus di 2019," kata Sri Mulyani.

Faktor kedua yang akan memengaruhi kondisi perekonomian global yakniproses normalisasi kebijakan moneter AS. Sri Mulyani mengatakan, proses pemulihan telah berlangsung sejak 2017 di semua negara, semua wilayah, dan semua tingkat pendapatan.

Namun, kata dia, narasi tersebut akan ditinjau kembali karena pemulihan ekonomi dunia semakin menunjukkan adanya risiko yang meningkat. Ada dua hal yang dinormalisasi atas kebijakan moneter AS, yakni tingkat suku bunga dan tingkat likuiditas.

"Normalisasi artinya mereka menyesuaikan kembali dua tindakan extraordinary yang dilakukan bank sentral AS saat menghadapi krisis 2008," jelas Sri Mulyani.

Saat itu, kebijakan luar biasa yang diambil adalah menurunkan suku bunga serendah mungkin hingga mendekati nol dan mencetak dollar AS cukup banyak.

Hal tersebut berimplikasi pada masa sekarang, salah satunya dengan menaikkan suku bunga sesuai pemulihan ekonomi AS. Ada pula ancaman inflasi sesuai target inflasi yang diterapkan bank sentral AS Federal Reserve pada level 2 persen.

Kemudian, likuiditas akan secara bertahap dikurangi. Implikasi tersebut akan terasa secara global, sebab dollar AS merupakan mata uang yang digunakan di seluruh dunia.

"Kita lihat kenaikan suku bunga AS selama beberapa kuartal trrakhir kenaikannya cukup besar. Dari 2017-2018 kenaikannya sudah 175 bps (basis poin)," kata Sri Mulyani.

"Dari sisi implikasinya, side risk dari pemulihan ekonomi dunia akan terjadi," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com