Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rhenald Kasali
Guru Besar Manajemen

Akademisi dan praktisi bisnis yang juga guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sejumlah buku telah dituliskannya antara lain Sembilan Fenomena Bisnis (1997), Change! (2005), Recode Your Change DNA (2007), Disruptions, Tommorow Is Today, Self Disruption dan The Great Shifting. Atas buku-buku yang ditulisnya, Rhenald Kasali mendapat penghargaan Writer of The Year 2018 dari Ikapi

Tujuh Agenda Orang Kaya

Kompas.com - 13/09/2018, 05:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Awal abad ke-21 ini, ilmu pengetahuan sudah mulai bisa mengatasi sebagian agenda orang-orang miskin. Sebut saja pemberantasan penyakit-penyakit menular, malnutrisi atau kurang gizi, ketimpangan, modal insani (human capital), dan kini kita mulai membicarakan masalah stunting.

Hadirnya pemimpin yang pro poor seperti di Indonesia telah membuka banyak akses bagi kaum miskin untuk menikmati layanan publik. Bahkan, penyebab kematian yang menjadi sahabat kaum miskin sudah bisa diatasi dengan bantuan ilmu pengetahuan.

Baca: Orang-orang Kaya yang Mengaku Hidupnya Makin Sulit

Lain kaum miskin, lain kaum kaya. Bagaimana dengan agenda kaum kaya?

Agenda-agenda kelompok kaya ini mulai aktif diangkat, mencari perhatian publik, dan tanpa disadari sangat mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Apa saja agenda mereka?

Berikut ini adalah daftarnya.

Likuiditas

Kaya di satu sisi mencerminkan kesejahteraan, namun mereka kaya aset, tidak likuid.

Begitulah kecenderungan manusia. Semakin kaya semakin banyak keinginan memiliki, menyimpan dalam bentuk noncash. Namun, setiap aset memerlukan biaya yang tidak kecil.

Seseorang yang punya dua apartemen saja harus menyediakan cash untuk membayar service charge bulanan, PBB, dan sebagainya. Bayangkan bagi mereka yang memiliki ribuan aset. Artinya akan semakin kaya, semakin berkurang likuiditasnya.

Dan ujiannya datang begitu krisis terjadi. Utang-utang membesar dan hanya 1 dari 10 orang kaya yang asetnya likuid. Mereka yang punya aset likuid-lah yang selamat.

Krisis moneter 1998 memberi pelajaran bahwa hanya satu bank milik konglomerat yang selamat dan tersisa sampai hari ini karena likuid dan fokus. Yang lain, mengalami kesulitan likuiditas karena kebanyakan aset.

Bank-bank mereka kini sudah berpindah tangan ke pemilik baru yang lebih memiliki aset likuid. Mereka merepotkan negara karena menyedot likuiditas yang dikenal sebagai Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Karena kekhawatiran itulah, maka tak mengherankan bila setiap kali terjadi ancaman krisis, mereka pulalah yang paling lantang menyuarakan ketakutan. Itu mencerminkan situasi yang mereka hadapi: kekurangan likuiditas.

Pajak

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com