Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Aturan Baru, Petugas Tidak Lagi Periksa Wajib Pajak Tanpa Alasan

Kompas.com - 15/09/2018, 11:03 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan pihaknya tidak lagi memperbolehkan petugas pajak memeriksa Wajib Pajak (WP) tanpa alasan yang jelas.

Hal ini diatur untuk menjawab keluhan WP yang selama ini banyak diperiksa petugas pajak tanpa tahu apa alasan mereka diperiksa.

"Kami di DJP sudah memahami keluhan ini dan mencoba memperbaiki supaya ada tata kelola dan peningkatan kualitas dalam pemeriksaan," kata Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan dalam Seminar Nasional Apindo dan Kadin Indonesia pada Jumat (14/9/2018).

Panduan mengenai pemeriksaan pajak kini tertuang dalam Surat Edaran DJP Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan. Surat Edaran ini telah ditandatangani Robert pada Kamis (13/9/2018) lalu dan sekaligus meniadakan Surat Edaran Nomor SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan dan Surat Edaran Nomor SE-25/PJ/2015 tentang Kebijakan Pemeriksaan dan Penelitian PBB.

Secara ringkas, Robert menjelaskan dalam ketentuan baru ini, ada mekanisme bila petugas pajak mengusulkan WP untuk diperiksa. Dengan begitu, harus ada alasan jelas mengapa WP diperiksa, berbeda dengan ketentuan terdahulu di mana ada diskresi yang sangat longgar bagi petugas pajak di manapun untuk memeriksa WP.

"Orang yang diusulkan untuk diperiksa adalah yang masuk dalam daftar prioritas. Kami akan menentukan hal-hal pemicu apa yang membuat seseorang diperiksa, sehingga ada mandatnya," tutur Robert.

Lebih lanjut lagi, dalam aturan yang baru, pemicu mengapa WP diperiksa akan dikategorikan berdasarkan tingkatan tertentu. Pemicu yang dimaksud salah satunya jika seorang WP dalam beberapa tahun tidak menyampaikan laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajaknya.

Kemudian, DJP juga mengadakan institusi bernama Komite Pemeriksaan yang tugasnya menguji usulan pemeriksaan WP. Komite Pemeriksaan akan menjadi filter dan mengecek apakah alasan memeriksa WP yang diusulkan sudah tepat atau belum, dengan kata lain sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau tidak.

"Kalau (WP) mau diperiksa, harus melalui persetujuan Komite Pemeriksaan. Semua usulan disaring, apakah sesuai dengan pemicu tadi, dan bagaimana timing-nya," ujar Robert.

Mengenai waktu yang dimaksud berkaitan dengan keluhan berikutnya, yakni WP merasa kerepotan karena dalam jeda waktu yang berdekatan mereka diperiksa oleh petugas pajak yang berbeda-beda. Misalnya, tidak lama setelah diperiksa petugas pajak dari kantor pusat, ada lagi yang hendak memeriksa dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.

Menanggapi keluhan tersebut, Robert turut memastikan melalui aturan baru ini akan ada sinkronisasi timing atau waktu pemeriksaan. Koordinasi di internal DJP, baik dari tingkat pusat maupun daerah, akan dimaksimalkan sehingga pemeriksaan cukup sekali dan tidak perlu dilakukan berulang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Kembangkan Karier Pekerja, Bank Mandiri Raih Peringkat 1 Top Companies 2024 Versi LinkedIn

Whats New
Cara Cek Angsuran KPR BCA secara 'Online' melalui myBCA

Cara Cek Angsuran KPR BCA secara "Online" melalui myBCA

Work Smart
10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

10 Bandara Terbaik di Dunia Tahun 2024, Didominasi Asia

Whats New
Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.588,89 Triliun

Whats New
Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Whats New
Pegadaian Catat Penjualan Tabungan Emas Naik 8,33 Persen di Maret 2024

Pegadaian Catat Penjualan Tabungan Emas Naik 8,33 Persen di Maret 2024

Whats New
BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan sejak Maret 2024

BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan sejak Maret 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com