Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atasi Defisit BPJS Kesehatan, Tak Bisa Hanya Bergantung dari Penerimaan Rokok

Kompas.com - 21/09/2018, 09:29 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur penerimaan dari rokok dimanfaatkan untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Sebagai solusi jangka pendek, langkah ini dinilai tepat namun tidak untuk jangka panjang.

"Bergantung hanya pada penerimaan rokok, yaitu cukai dan pajak, tidak fair karena prevalensi penyakit berbahaya juga disebabkan barang konsumsi lain yang menyebabkan penyakit seperti jantung atau diabetes," kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo melalui keterangan tertulis, Jumat (21/9/2018).

Pras menjelaskan, penerimaan dari rokok terdiri atas Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan pajak rokok. Dari pajak rokok, sebesar minimal 50 persen penggunaannya digunakan untuk mendanai program daerah maupun peningkatan layanan kesehatan sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Sedangkan dari pungutan CHT, 2 persennya diberikan kepada provinsi yang penggunaannya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dan pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Kondisi terakhir, menurut Pras, masih banyak kendala implementasi Dana Bagi Hasil (DBH) CHT maupun pajak rokok di daerah sehingga hasilnya belum optimal.

"Di saat yang sama, ada masalah pendanaan BPJS. Oleh karenanya, menjadikan DBH CHT dan pajak rokok sebagai sumber pendanaan defisit BPJS merupakan solusi yang tepat dan cermat," tutur Pras.

Namun untuk jangka panjang, pemerintah didorong agar memperluas atau melakukan ekstensifikasi objek cukai. Hal ini diperlukan agar sumber pembiayaan jadi lebih beragam dan tidak bergantung dari penerimaan rokok semata.

"Bahkan kini muncul istilah bahwa gula atau pemanis adalah new tobacco," ujar Pras.

Terlepas dari sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit BPJS Kesehatan, Pras juga menyarankan agar BPJS Kesehatan dapat mencontoh mekanisme di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dalam meningkatkan iuran mandiri peserta.

Bahkan, BPJS Kesehatan juga bisa bersinergi dengan sistem administrasi perpajakan, khususnya melalui konsep Single Identification Number. Dengan begitu, pemerintah bisa efektif menyasar mereka yang secara finansial mampu tapi tidak mau membayar iuran BPJS Kesehatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com