Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jagung Langka, Petani Pasrah Jika Harus Impor

Kompas.com - 27/09/2018, 06:53 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi


JAKARTA KOMPAS.com - Sejumlah daerah produsen jagung mengalami gagal panen sehingga membuat stok jagung langka. Di daerah Jawa Tengah, misalnya, tanaman jagung hanya bisa dipanen 60 persen pada semester I 2018.

Suwadi, Kepala Desa Plososari, Patean, Kendal, Jawa Tengah memprediksi kegagalan panen berlangsung hingga semester II 2018.

"Untuk semester II, karena kemarau kita panjang, kegagalan sampai 50 persen dari target," ujar Suwadi di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (26/9/2018).

Kelangkaan jagung membuat harga di lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 4.000 menjadi Rp 4.900. Hal ini berdampak pada mahalnya pakan ayam ternak di tengah melemahnya harga daging ayam dan telur.

Suwadi pun pasrah jika harus impor jagung dari luar negeri.

"Bagi kami yang juga peternak, mau impor dari Sulawesi atau Meksiko, monggo. Yang penting harga jagung, telur, terjangkau. Dan masyarakat Indonesia beli telur dengan harga murah," kata Suwadi.

Suwadi mengatakan, bantuan bibit dari Kementerian Pertanian tak terlalu banyak berguna. Sebab, tak semua bibit tersebut ditanam karena para petani telah terlanjur menanam jagung.

Ia mengatakan, bantuan bibit jagung yang semestinya ditanam tiga kali pada semester I 2018, tidak dilakukan.

"Penghitungan seperti itu yang dilakukan teman-teman dari penyuluh mungkin laporan antara lapangan dan laporan di atas kertas jauh berbeda," kata Suwadi.

Sebagai peternak ayam petelur, Suwadi menganggap harga telur turun karena rendahnya permintaan di wilayah Jawa. Suplai semakin banyak, ditambah faktor meningkatnya pelaku induatri di bidang tersebut.

Sementara permintaan berkurang karena tradisi bulan Syuro di Jawa melarang dilakukannya hajatan. Sehingga,  begitu stok telur tak terbendung, pedagang pun rela menjatuhkan harga.

"Dari akhir Agustus sampe September ini turun terus harganya," kata Suwadi.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menetapkan harga batas bawa telur dan daging ayam ras sebesar Rp 18.000 dan batas atas sebesar Rp 20.000. Langkah tersebut diambil mengahadapi turunnya harga telur secara nasional.

Menteri Perdagangan Enggartiaso Lukita mengatakan, hal ini diakibatkan rendahnya permintaan telur, sementara para peternak telur terus menyuplai ke pasar.

"Kalau ini tidak disikapi maka akan menimbulkan persoalan bagi peternak telur," ujar Enggar.

Enggar mengatakan, turunnya harga telur memang menggembirakan bagi konsumen. Namun, hal ini tak adil bagi peternak telur di tengah naiknya harga pakan ayam petelur. Akhirnya, setelah mendengar masukan dari berbagai pihak, mulai dari Aprindo, asosiasi petelur, hingga KPPU, maka Kementerian Perdagangan merevisi Peraturan Kementerian Perdagangan soal tarif batas bawah telur yang sebelumnya Rp 17.000.

"Kalau tidak disesuaikan, maka akan timbul korban yaitu peternak kecil dan UMKM akan gulung tikar. Kita harus cari jalan yang terbaik," kata Enggar.

Tarif batas atas dan bawah ini akan mulai berlaku pada 1 Oktober 2018. Enggar mengatakan, harga yang ditetapkan sifatnua fleksibel. Nantinya bisa naik atau turun tergantung situasi perkembangan di pasar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com