Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Pengalaman RI saat Alami Surplus Transaksi Berjalan

Kompas.com - 04/10/2018, 17:31 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menceritakan pengalaman Indonesia saat mengalami surplus transaksi berjalan pada periode tahun 2000 sampai 2010.

Surplus transaksi berjalan menandakan kondisi di mana ekspor lebih tinggi dari impor dan menyebabkan suplai valas di suatu negara dalam kondisi yang cukup, bahkan berlebih.

"Pada waktu itu, kita tidak punya masalah defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD), tapi surplus. Ekspor-impor barangnya surplus karena harga kelapa sawit tinggi sekali, harga batu bara tinggi, harga timah juga," kata Mirza saat ditemui di Bank Indonesia (BI), Kamis (4/10/2018).

Dengan kondisi harga komoditas yang tinggi, ditambah lagi dengan China sebagai pembeli terbesar komoditas dari Indonesia, maka turut mendorong pertumbuhan ekonomi kala itu. Sementara saat ini, Indonesia mengalami masalah terbesar berupa defisit transaksi berjalan.

Defisit transaksi berjalan menandakan pertumbuhan impor lebih tinggi dari ekspor, baik dalam hal barang maupun jasa. Kondisi itu makin diperparah dengan penguatan mata uang dollar AS dan peningkatan suku bunga Fed Fund Rate yang menyebabkan aliran modal asing pulang kampung alias kembali ke AS.

Selama beberapa tahun terakhir, suplai valas di Indonesia disebut masih tertutup dari Penanaman Modal Asing (PMA). Tetapi dari kondisi saat ini, PMA dalam bentuk investasi portofolio secara umum masih menunjukkan tren net outflow atau keluar dari Indonesia.

"Jadi perbandingannya besar, antara surplus beberapa tahun lalu 20 miliar dollar AS (investasi) portofolio masuk. Sekarang nett-nya itu masih outflow, mungkin antara 2 sampai 3 miliar dollar AS," tutur Mirza.

Mirza menyebut, defisit transaksi berjalan tahun lalu mencapai 17 miliar dollar AS. Untuk tahun ini, diperkirakan defisit transaksi berjalan makin melebar, yakni sekitar 25 miliar dollar AS.

"Maka dari itu, kami menyambut komitmen pemerintah untuk menurunkan CAD dengan mendorong pariwisata, memberi insentif untuk ekspo. Ini harus diteruskan, mengundang PMA yang berorientasi ekspor," ujar Mirza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com