BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan SKK Migas

Mengembalikan Predikat Raja Minyak di Tanah Air…

Kompas.com - 16/10/2018, 08:59 WIB
Haris Prahara,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.comGemah ripah loh jinawi. Kalimat itu acap kali dipakai untuk menggambarkan kekayaan alam Indonesia. Wilayah subur dan sejahtera, itulah lebih kurang makna dari ungkapan berbahasa Jawa tersebut.

Atribusi di atas tidak terkecuali berlaku pula untuk sektor minyak dan gas (migas). Namun, kenangan manis itu kini sekadar nostalgia. Dahulu Indonesia menjadi ladang subur produksi migas, sekarang faktanya berbalik.

Produksi migas Indonesia melandai, sedangkan konsumsi semakin melejit. Bahkan, sebagai dampak kondisi tersebut, Indonesia telah menyandang status net importer minyak sejak 2004 silam.

Sedikit beruntung, Indonesia saat ini belum sampai menjadi net importer gas. Namun, melihat tren kebutuhan gas yang semakin banyak, kita perlu waspada atas potensi itu.

Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan, jumlah produksi gas pada 2010 masih sebesar 8.867 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

Akan tetapi, per 2017 angkanya telah merosot jadi 6.621 MMSCFD. Sementara itu, konsumsi gas setiap tahunnya mengalami peningkatan dan mencapai 3.880 MMSCFD pada 2017 lalu.

Lebih kronis lagi, mengacu proyeksi Dewan Energi Nasional yang ditetapkan 2017 dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemakaian gas di Indonesia bisa mencapai rata-rata 26 miliar MMSCFD pada 2050.

Kebutuhan itu melonjak nyaris tiga kali lipat dibandingkan proyeksi 2025 yang sebesar 9,5 miliar MMSCFD.

Berkaca dari kebutuhan migas Tanah Air, diperlukan upaya ekstra untuk mengembalikan kejayaan migas. Bila tidak, bukan mustahil industri migas kita menjadi kelam.

Tersadar atas krusialnya membangkitkan predikat Raja Migas di Indonesia, SKK Migas sebagai pihak yang berperan di sektor hulu migas berupaya melaksanakan sejumlah hal.

Contohnya, melalui peningkatan produksi dan cadangan migas. Investasi menjadi kunci agar hal tersebut dapat terwujud.

Ilustrasi hulu migasSHUTTERSTOCK Ilustrasi hulu migas
Saat ini, investasi di Indonesia dapat disebut mulai lebih kompetitif dibandingkan negara-negara lain, termasuk di tingkat Asia Tenggara.

Riset Ease of Doing Business 2018 oleh World Bank menyatakan, posisi Indonesia secara global dalam kemudahan berusaha berada di urutan ke-72 dari sebelumnya ke-91.

Negara ini tak kalah dari negara Asia Tenggara lainnya, antara lain Filipina di urutan ke-113, Kamboja (135), maupun Myanmar (171). Bahkan, Indonesia unggul dari negara China (78) dan India (100).

Menurut Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, peningkatan investasi hulu migas sedemikian penting. Sebab, industri itu diprediksi masih menjadi penopang kebutuhan energi Indonesia untuk puluhan tahun ke depan.

Hal senada turut diungkapkan Presiden Indonesian Potreleum Association (IPA) Ronald Gunawan dalam pidato pembukaan Konvensi dan Pameran IPA 2018, Mei lalu.

“RUEN sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 menetapkan target porsi migas pada 2050 adalah 44 persen dari total energi nasional,” ujar Ronald, sebagaimana dikutip Kompas.com, Rabu (2/5/2018).

Tentu saja, dengan upaya peningkatan investasi hulu migas itu sebuah harapan besar akan muncul, bahwa kelak mahkota kejayaan migas bisa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Semoga...


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com