Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

92 Persen Alat Kesehatan di Indonesia dari Impor, Ini Fakta Lainnya

Kompas.com - 16/10/2018, 17:03 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium atau Gakeslab Indonesia mencatat peralatan yang dipakai oleh rumah sakit di Indonesia sebagian besar impor.

Impor dilakukan karena keterbatasan bahan baku dari dalam negeri yang belum memenuhi standar mutu untuk keperluan medis.

"Alat kesehatan kini 92 persen masih impor, sehingga dengan Inpres 6/2016 untuk percepatan industri alat-alat kesehatan, kami juga mengambil peran untuk meningkatkan produk dan alat kesehatan dalam negeri," kata Ketua Umum Gakeslab Indonesia Sugihadi melalui konferensi pers pada Selasa (16/10/2018).

Sugihadi menjelaskan, Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan telah diterapkan anggota Gakeslab, dengan mulai merintis industri tersebut yang berbasis di dalam negeri.

Dari 411 anggota Gakeslab, tercatat ada 10 anggota yang sudah mulai memproduksi alat-alat kesehatan di dalam negeri.

Selama ini, alat-alat kesehatan yang diimpor cukup beragam, mulai dari yang harga barangnya mahal dan berukuran besar sampai komponen pendukung layanan kesehatan yang sederhana. Namun dari sekian banyak alat-alat kesehatan, beberapa telah diproduksi di Indonesia, seperti alat sterilisasi portable, disposable gown, mesin anestesi, hingga jarum dan benang.

"Industri alat kesehatan ini memang spesifik, tidak seperti barang-barang lain, harus memenuhi standar mutu, kualitas, dan keamanan. Untuk industri dalam negeri, yang diproduksi adalah yang sangat-sangat sederhana," tutur Sekjen Gakeslab Randy Teguh pada saat bersamaan.

Adapun tantangan mengembangkan industri alat kesehatan dalam negeri, selain keterbatasan bahan baku, juga dalam hal layanan perizinan. Randy menceritakan, untuk mendirikan pabrik saja, proses pengurusan perizinannya butuh waktu 2-3 tahun.

"Dari pembentukan PT-nya sampai dapat izin produksi, butuh 24 sampai 36 bulan. Kami sedang tunggu hasil proses OSS, apakah memang benar-benar berdampak pada kelancaran perizinan untuk pendirian pabrik," ujar Randy.

Randy berharap, pemerintah dapat menaruh perhatian lebih lagi terhadap industri alat kesehatan dalam negeri. Terlebih, sampai sekarang dia menyebut industri ini tidak bisa merasakan kemudahan dalam bentuk insentif yang diluncurkan pemerintah, salah satunya tax holiday.

"Contohnya di BKPM, untuk mendapatkan izin 3 jam (rampung) itu, investasinya harus Rp 100 miliar. Sedangkan di industri alat kesehatan itu mungkin maksimum Rp 45-50 miliar, sehingga tidak dapat ke sana," sebut Randy.

Berdasarkan Inpres 6/2016, porsi alat-alat kesehatan di Indonesia ditargetkan 25 persen berasal dari industri dalam negeri. Target itu dipatok dapat terealisasi paling lambat tahun 2030.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com