Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Dagang Diprediksi Hingga 2024, Indonesia Harus Ambil Peluang

Kompas.com - 31/10/2018, 06:19 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk David Sumual memprediksi perang dagang antara Amerika Serikat dan China masih panjang. Ia memperkirakan Presiden AS Donald Trump akan kembali terpilih hingga 2024.

Sedangkan Presiden China Xi Jinping kuat sebagai presiden seumur hidup.

"Jadi perang dagang ini masih lama. Sampai 2024 masih akan berlangsung," ujar David di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (30/10/2018).

Hal tersebut, kata David, sebenarnya menguntungkan bagi Indonesia jika dapat menangkap peluang. Dengan berlangsungnya perang dagang, maka baik AS maupun China akan mencari pasar baru untuk kegiatan ekspor dan impor.

Baca juga: Kadin: Ada Perang Dagang, Seharusnya Investasi Asing Bisa Masuk ke RI

Kemungkinan besar mereka mengincar pasar ASEAN, termasuk Indonesia.

"Jadi bagaimana caranya mereka tertarik masuk ke Indonesia. Ini kesempatan besar ke depan untuk memanfaatkan itu," kata David.

David mengatakan, langkah pertama yang bisa dilakukan Indonesia merebut perhatian AS maupun China untuk kontrak dagang yakni mulai mengidentifikasi perusahaan yang mau mengubah value chain. Eksportir bisa menggali informasi dari bank-bank kreditur dan menjalin hubungan baik.

Kemudian, begitu menemui calon investor, pelaku usaha sudah siap menawarkan paket investasi. Pelaku usaha juga bisa mengajak kepala daerah yang daerahnya potensial menjadi sasaran investasi saat menawarkan paket tersebut.

"Kita jangan kalah cepat lagi dengan Malaysia, Vietnam, dan Thailand," sebut David.

"2024 masih ada waktu mempersiapkan, mulai dari mapping, identifikasi," lanjut dia.

Baca juga: Akibat Perang Dagang, Kawasan Asia Tenggara Dibanjiri Investasi

Namun, kata David, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diperbaiki. Salah satunya keterampilan sumber daya manusia yang kurang berdaya saing. Ia mencontohkan Apple yang mau berinvestasi di China karena keterampilan pekerjanya yang mumpuni.

"Tenaga kerja mereka siap tersedia dengan melimpah. Kita ketersediaannya yang masih kurang," kata David.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com