Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS EKONOMI

Kementan Ajak Semua Pihak Lokalkan Bahan Baku Industri Pangan

Kompas.com - 02/11/2018, 19:00 WIB
Hotria Mariana,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Hendriadi mengajak semua pihak melokalkan bahan baku industri Food and Product  Food (FPF).

Agung mengatakan itu salam seminar dan workshop International Plant Industry di Universitas Jember, Jawa Timur, Kamis (1/11/2018),

"Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya perubahan kebiasaan (habit movement) baik di sisi hulu, usaha tani, maupun sektor paling hilir, yaitu meningkatkan konsumsi produk pangan yang berbahan baku lokal," ujar Agung dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Jumat (2/11/2018).

Menurut Agung, perubahan usaha tani ini dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani.

"Produktivitas singkong misalnya, harus mampu mencapi 50 ton per hektar (ha). Dengan produktivitas di atas 50 ton, petani dapat menjual singkongnya sekitar Rp 1.200 dan sudah mendapatkan untung besar," jelas Agung.

Masih menurut Agung, dengan harga singkong yang kurang dari Rp 1.200 per kg dapat menghasilkan tepung mocaf dengan harga sekitar Rp 5.000 per kg. Harga tersebut bisa bersaing atau minimal sama dengan terigu untuk industri.

"Kita bisa bayangkan, apabila produktivitas singkong lebih dari 50 ton per ha, harga tepung mocaf bisa lebih rendah lagi," papar Agung.

Melihat peluang tersebut, Agung menantang civitas academica Universitas Jember untuk bisa mendapatkan inovasi dan teknologi budidaya singkong yang mempunyai provitas 80 ton per ha.

Sementara itu, BKP pun akan merumuskan kebijakan agar FPF dapat meningkatkan penggunaan komponen bahan baku lokal.

"Dalam kesempatan yang baik ini, saya mengajak semua stakeholder untuk mulai mewujudkan gerakan melokalkan bahan baku lokal," pungkas Agung.

Ketergantungan impor

Bukan tanpa sebab Agung mengajak semua pihak untuk melokalkan bahan baku industri FPF. Ini karena, saat ini, industri pangan dan produk pangan berbasis tepung-tepungan masih banyak menggunakan bahan baku impor, misalnya terigu.

Pada 2018 saja, impor gandum dan terigu diperkirakan lebih dari 11 juta ton atau meningkat rata-rata 12,2 persen per tahun. 

Padahal, Indonesia sendiri memiliki potensi besar menghasilkan tepung singkong, jagung dan pati sagu yang dapat dijadikan bahan baku industri FPF. 

Untuk diketahui, Industri pangan dan produk pangan sendiri berkontribusi cukup besar pada perekonomian nasional bahkan berpengaruh terhadap inflasi. 

Industri pangan dan minuman (mamin) misalnya, menjadi penyumbang terbesar kedua pendapatan domestik bruto non migas. 

Contohnya pada 2017, industri ini mampu menyumbang 6,14 persen dengan jumlah pertumbuhan 8,3 persen untuk Produk Domestik Bruto (PDB) non migas. Hal tersebut menjadikan industri ini prioritas dalam pembangunan ketahanan pangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com