Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS EKONOMI

Data Produksi Beras Baru Usik Kelompok Tani

Kompas.com - 03/11/2018, 17:50 WIB
Kurniasih Budi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok tani dan nelayan mengkhawatirkan terbitnya data baru produksi beras yang menggunakan metode Kerangka Sampling Area (KSA) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).

Ketua Umum Nasional Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menjelaskan, kalangan petani khawatir data baru yang memprediksi jumlah produksi beras sepanjang 2018 itu akan membuat pemerintah kembali melakukan impor beras.

“Saya ditanya, mengganggu enggak? Kalau menganggu enggak, cuma saya keserempet. Kalau data begini kan harus segera impor, itu yang kami keberatan,” ujar Winarno dalam siaran pers, Sabtu (3/11/2018).

Baca juga: Metode Penghitungan Data Produksi Beras Tak Akurat Sejak 1997

Menurut Winarno, para petani hanya ingin bertani dan mendapat untung dari usaha pertaniannya.

“Jadi begini, petani itu maunya berusaha tani dengan tenang dan menguntungkan. Sudah cuma segitu-gitunya. Waktu tanam butuh air ada air, butuh bibit ada bibit, butuh pupuk ada pupuk, kalau ada hama butuh pestisida ada pestisida, jadi kebutuhan petani itu ada. Berusaha dengan tenang dan menguntungkan. Saat jual, ada hasilnya. Kalau tidak ada hasilnya untuk apa?” jelas Winarno.

Dengan berbagai kebijakan yang kurang menguntungkan para petani, ia melanjutkan, anggota Kelompok Tani dan Nelayan Andalan sempat mencetuskan tak ingin lagi berproduksi demi kepentingan pasokan beras di perkotaan.

“Kita tanam untuk makan kita saja, orang kota mah enggak usah dikasih. Dia (petani) enggak pikir tuh, kalau begitu (tidak ada ketersediaan beras yang cukup) jadinya (pemerintah akan) impor. Saya katakan, jangan. Kita perkuat pertanian, agar tidak banyak impor beras. Supaya memberi keuntungan bagi petani,” ujarnya.

Baca juga: Data Produksi Beras BPS dan Kementan Berbeda, Ini Penjelasannya

Winarno yang berpengalaman memimpin kelompok tani sejak merampungkan studinya dari Sekolah Tinggi Pertanian ini menyampaikan, petani yang sedang semangat melakukan upaya-upaya dalam usaha pertaniannya, mendadak kecewa jika mendengar pemerintah mengimpor beras.

“Kalau bahasa pepatahnya, karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Sudah dipupuk bagus, sampai (Kementan) membantu mesin panen dan lain-lain, pengering juga akan dikasih. Tapi kalau impor kayak gimana kecewanya,” ujar dia.

Kerja nyata Kementerian Pertanian

Kementerian Pertanian (Kementan) era Kabinet Bekerja, ia melanjutkan, sangat nyata mendukung dan membantu keperluan petani.

Selain membantu sarana dan prasarana pertanian, pemerintah juga mengupayakan luas lahan pertanian bertambah. Bahkan, Kementan menyampaikan pencapaian program Upaya Khusus (Upsus) mampu menambah luas tanam padi di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Pencapaian luas tambah tanam padi pada periode Oktober 2017 hingga September 2018 seluas 109.208 ha atau surplus 6.400 ha.

“Dengan capaian ini, Sragen meraih peringkat kedua se-Jawa Tengah,” kata Direktur Jenderal Hortikultura Dr. Suwandi selaku Penanggungjawab Upsus Pajale Tingkat Provinsi Jawa Tengah dalam keterangan tertulis, Sabtu.

Capaian itu, kata dia, berkat perluasan tanam padi gogo hingga 5.250 hektar. Ia berharap, capaian itu mampu ditularkan pada wilayah lain sehingga berdampak pada peningkatan produksi padi.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com