Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

INDEF: Dana Transfer ke Daerah Dorong Kenaikan Ketimpangan

Kompas.com - 07/11/2018, 13:46 WIB
Yoga Sukmana,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) merilis hasil kajian terbarunya terkait pengaruh otonomi daerah terhadap ketimpangan yang diukur menggunakan indeks gini.

Berdasarkan variabel otonomi daerah, yakni dana transfer ke daerah, kajian INDEF mengungkapkan bahwa adanya korelasi positif antara dana transfer dengan indeks gini. Artinya dana transfer justru mendorong ketimpangan pengeluaran.

"Secara data memang kita bisa lihat secara cukup kasat mata," ujar Direktur INDEF Enny Sri Hartati saat memaparkan hasil kajian, Jakarta, Rabu (7/11/2018).

"Bagaimana mungkin kita sudah komitmen untuk penurunan ketimpangan (dengan otonomi daerah) tetapi yang terjadi justru sebaliknya," sambung dia.

Baca juga: Seberapa Parah Ketimpangan Ekonomi di Indonesia?

Hasil kajian INDEF menunjukkan, koefisien dana transfer sebesar 0,00176 dengan tingkat signifikansi pada level p-value 0,428. Ini berarti secara statistik dana transfer tidak berpengaruh terhadap indeks gini pada level signifikansi 10 persen.

Sementara itu peneliti INDEF Rusli Abdullah mengatakan, bila dana transfer di bedah lebih dalam, akan terlihat adanya perbedaan korelasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap indeks gini.

Kajian INDEF menunjukkan, DAU secara statistik memiliki korelasi positif dengan indeks gini pada tingkat signifikansi p-value 0,02 fan koefisiensi korelasi sebesar 0,0126.

Artinya kata dia, 1 persen kenaikan DAU justru memperlebar ketimpangan sebesar 0,01.

Tak sanggupnya DAU memperkecil ketimpangan disebabkan penggunaan yang tak semestinya. DAU yang harusnya digunakan untuk peningkatan penyediaan layanan masyarakat justru digunakan untuk membiayai belanja rutin.

Misalnya, belanja pegawai pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota. Hal ini membuat belanja pelayanan dasar tidak optimal.

Padahal, alokasi DAU selalu meningkat setiap tahun. Misal pada 2013-2016, DAU meningkat dari Rp 311,1 triliun menjadi Rp 385,4 triliun.

Baca juga: Pemerintah Perlu Terobosan Atasi Ketimpangan Daerah

Hal berbeda terjadi untuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Kajian INDEF menunjukkan bahwa setiap 1 persen kenaikan DAK berkontribusi pada penurunan indeks gini sebesar 0,01 persen.

Artinya, formula dana transfer ke daerah dengan DAU yang lebih besar dari DAK tidak efektif menurunkan ketimpangan. Sebab, alokasi DAK penggunaannya diarahkan untuk kebutuhan pelayanan dasar dan pelayanan umum.

Sedangkan DAU sifat penggunaannya lebih dikuasakan ke daerah tanpa adanya petunjuk yang lebih rigid dari pemerintah pusat.

Kajian INDEF diakukan sejak 2006-2016. Datanya mencakup rasio gini, dana transfer, DAU, hingga DAK.

Metode penelitian yang digunakan melaui studi literatur, analisis statistik deskriptif dan diagnostic approach, wawancara mendalam, hingga regresi panel data.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com