DI tengah pertempuran melawan pasukan Jepang di pulau Saipan, Prajurit Ben Yahzee, seorang radio-man keturunan Indian Navajo mengingatkan kembali argumentasi di antara para pasukan Amerika yang terjebak di pertempuran itu. Mereka kalah jumlah, kalah pemahaman medan, dan secara moral sudah nyaris tumbang.
“Remember Marine, ours is not to question why, ours is but to do or die. Semper Fi. Over!” (Ingat-ingatlah marinir, bukan tugas kita mempertanyakan mengapa, tugas kita hanya melakukannya atau kita mati. Tetaplah setia. Ganti!)
Dalam penyerbuan pasukan Amerika ke pulau Saipan, Jepang, pada Perang Dunia II, pasukan marinir Amerika merekrut beberapa suku Indian Navajo sebagai penyampai pesan sandi (encoder) antar pasukan Amerika dalam bahasa Navajo.
Jepang sangat lihat mengintersepsi setiap pesan radio melalui teknologi komunikasi mereka saat itu. Satu-satunya cara adalah berkirim pesan sandi dalam bahasa yang tak pernah dipahami pasukan Jepang: bahasa Navajo.
Seorang marinir yang cakap, Joe Enders, ditugaskan memimpin pasukan kecil untuk melindungi para Navajo tersebut bahkan dengan nyawanya sendiri.
Para Navajo harus tetap hidup, karena melalui merekalah koordinasi antar pasukan Amerika tetap dijaga rapi, akurat dan tak dapat diendus musuh.
Joe Enders pun harus memastikan, tak ada peluru satupun yang boleh menembus tubuh Ben Yahzee. Ia bahkan siap mati untuk itu.
Gambaran penyerbuan di pulau Saipan dipresentasikan dengan sempurna oleh John Woo, sutradara film epic “Wind Talkers” (2002).
Ini bukan film epic kepahlawanan biasa, bukan soal rela mati membela tanah air, bukan soal penaklukan satu bangsa atas bangsa lain. Ini adalah soal moral, menjaga kode, menjaga orang-orang yang melindungi kode, agar tatanan yang baik tetap terjaga.
Siapa yang akan menjaga kode?
Mari kita lihat alegori-nya.
Beberapa waktu lalu Senator Richard J. Durbin dari Partai Demokrat Illinois bertanya kepada Mark Zuckerberg, apakah ia nyaman untuk memberitahu publik dan para senator di Capitol di hotel mana tepatnya ia menginap tadi malam di DC.
Lalu, apakah ia juga cukup nyaman memberitahukan kepada siapa saja ia mengirimkan teks pesan selama seminggu terakhir ini. Zuckerberg dengan suara lirih menjawab, “Tidak. Saya mungkin tidak akan memilih untuk mengatakannya di depan publik.”
Dan Senator Durbin menjawab, “Saya pikir inilah intisari pembicaraan ini, yakni mengenai hak privasimu. Batas-batas hakmu atas privasi, dan seberapa besar kamu ikhlaskan privasimu atas nama connecting people around the world di negara Amerika yang modern ini.”
Zuckerberg hanya bisa tertunduk. Saya kira kita pun harus tertunduk. Kita semua, … bukankah kita ini para Navajo yang dengan bahasa khas bertutur melalui semesta maya dengan Navajo-Navajo lainnya?