Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Lambat Respons Perkembangan Ekonomi Digital

Kompas.com - 01/12/2018, 07:05 WIB
Murti Ali Lingga,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Yon Arsal mengungkapkan, pemerintah cenderung lambat dalam merespons perkembangan ekonomi digital yang begitu cepat.

Padahal banyak potensi pajak yang bisa diterima negara melalui kehadiran e-commerce yang kini terus berkembang.

"Memang biasanya, di mana-mana pemerintah relatif pandangan umum terkesan lambat mengantisipasi perubahan yang amat cepat ini," kata Yon di Auditorium Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesi (UI), Depok, Jumat (30/11/2018).

Menurut Yon, perubahan cepat itu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, khususnya DJP dalam mengawal perpajakan di Indonesia. Apalagi kini perusahaan-perusahaan di Tanah Air terus berkembang dan menggeliat.

"Challenge-nya adalah bagaimana pemerintah untuk bisa secara cepat merespons perubahan yang terjadi. (Persoalan ini) tidak hanya di Indonesia, tapi hampir di seluruh negara," ujarnya.

Dia menjelaskan, kendati demikian pihaknya tetap mencermati perkembangan yang terjadi. Pasalnya, untuk membuat aturan baru mengenai pengaturan usaha bukanlah sesuatu yang mudah dan cepat. Butuh proses dan waktu yang panjang.

"Sekarang aturan pajak memang relatif tidak gampang membuatnya. Kalau hari ini bisnis nongol, lalu besok tiba-tiba dibuat undang-undangnya, kita ganti tidak bisa," tuturnya.

Yon menilai, regulasi yang berlaku saat ini memang belum begitu maksimal dan menyeluruh untuk mengawal potensi-potensi pajak. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah agar segera mencari solusinya.

"Pemerintah, konteksnya Kemankeu, Dirjen Pajak, tentu harus mampu membuat terobosan. Satu dalam administrasi perpajakan dan sehingga tidak menjadi korban digital. Kedua, bagaimana menyediakan policy (kebijakan) yang efektif," tandasnya.

Menurut Yon juga, dalam konteks pajak, ada dua isu utama yang penting. Pertama adalah tentang menyederhanakan tata cara perpajakan dan memberikan insentif pajak bagi para investor.

"Kalau kita lihat secara umum, kita belum mengeluarkan regulasi yang amat sangat signifikan dan berbeda dengan regulasi yang ada saat ini," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com