Investasi Saham
Bagaimana dengan saham? Katakanlah ternyata harga saham AS mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2019, apakah juga akan berdampak negatif terhadap harga saham Indonesia seperti tahun 2008?
Investasi saham atau reksa dana saham merupakan investasi yang karakternya high risk high return. Selain itu, penyebab naik turunnya terkadang bukan hanya satu faktor tapi berbagai faktor baik berasal dari domestik ataupun luar negeri.
Pertanyaannya, apakah naik turunnya harga saham di AS berdampak besar terhadap saham Indonesia. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dilakukan penelitian untuk mengukur seberapa kuat korelasi antara Saham AS dengan Saham Indonesia.
Jika korelasinya kuat, maka bisa jadi kalau saham AS turun maka saham Indonesia juga akan turun. Sebaliknya jika korelasinya lemah, maka mau saham AS naik atau turun, tidak perlu terlalu dipikirkan karena efeknya kecil terhadap Indonesia.
Secara statistik, angka korelasi dinyatakan dalam angka antara -1 s/d 1. Jika angkanya lebih besar dari 0.5, maka artinya korelasi kuat. Jika angkanya di bawah 0.5 berarti korelasinya lemah.
Angka positif dan negatif menyatakan sifatnya. Jika angkanya positif, berarti saham AS dan Indonesia kalau naik itu sama-sama naik dan turun sama-sama turun. Jika angkanya negatif, berarti kalau saham AS naik, maka saham Indonesia bisa turun.
Penelitian menggunakan data IHSG dan S&P 500 dari tahun 2001 sampai Desember 2018. Angka korelasi dihitung per tahun menggunakan data return bulanan. Hasilnya adalah sebagai berikut:
IHSG dan S&P 500 – Return dan Korelasi 2001 - 2018
Tahun IHSG S&P 500 Korelasi Keterangan
Tahun |
IHSG |
S&P 500 |
Korelasi |
Keterangan |
2001 |
-5.83% |
-13.04% |
0.26 |
Lemah dan Positif |
2002 |
8.39% |
-23.37% |
-0.02 |
Lemah dan Negatif |
2003 |
62.82% |
26.38% |
0.63 |
Kuat dan Positif |
2004 |
44.56% |
8.99% |
0.29 |
Lemah dan Positif |
2005 |
16.24% |
3.00% |
0.48 |
Lemah dan Positif |
2006 |
55.30% |
13.62% |
0.79 |
Kuat dan Positif |
2007 |
52.08% |
3.53% |
0.20 |
Lemah dan Positif |
2008 |
-50.64% |
-38.49% |
0.68 |
Kuat dan Positif |
2009 |
86.98% |
23.45% |
0.80 |
Kuat dan Positif |
2010 |
46.13% |
12.78% |
0.68 |
Kuat dan Positif |
2011 |
3.20% |
0.00% |
0.56 |
Kuat dan Positif |
2012 |
12.94% |
13.41% |
0.72 |
Kuat dan Positif |
2013 |
-0.98% |
29.60% |
0.50 |
Kuat dan Positif |
2014 |
22.29% |
11.39% |
-0.20 |
Lemah dan Negatif |
2015 |
-12.13% |
-0.73% |
0.56 |
Kuat dan Positif |
2016 |
15.32% |
9.54% |
-0.08 |
Lemah dan Negatif |
2017 |
19.99% |
19.42% |
-0.33 |
Lemah dan Negatif |
2018* |
-4.31% |
-4.77% |
0.49 |
Lemah dan Positif |
*Hingga 18 Desember 2018
Sumber : Yahoo Finance, diolah
Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa return antara IHSG dan S&P 500 terkadang beriringan terkadang juga tidak.
Memang pada beberapa kesempatan sama-sama turun, tapi juga pernah salah satu naik dan salah satu turun.
Kemudian berdasarkan analisa korelasi, bisa dilihat bahwa korelasi antara IHSG dan S&P 500 tidak konsisten. Kadang kuat dan kadang lemah. Kemudian bisa dari negatif pindah jadi positif dan sebaliknya.
Berdasarkan tabel di atas, maka naik turunnya harga saham di AS yang direpresentasikan oleh S&P 500 tidak perlu dikhawatirkan akan berdampak pada saham Indonesia karena sifatnya tidak konsisten.
Kalaupun kebetulan saham Indonesia turun bersamaan, bisa saja itu disebabkan karena faktor lainnya yang waktunya bersamaan.
Secara fundamental, pendapatan dan laba bersih perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tetap tumbuh di 2018 dan diperkirakan masih tumbuh di 2019. Dengan IHSG yang terkoreksi sehingga valuasi menjadi semakin murah dan dana asing yang mulai melirik kembali negara berkembang seperti Indonesia, peluang terjadinya rebound harga sangat mungkin terjadi di 2019.
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.