JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Staf Khusus Menteri ESDM, Muhammad Said Didu menilai langkah Pemerintah Indonesia melalui PT Inalum untuk mengambil alih 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak luar biasa.
"Kalau kita sampaikan secara objektif. Freeport ini adalah langkah biasa," kata Said kepada wartawan di Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018).
Menurut Said, capaian itu tidak perlu diluapkan secara berlebihan karena pemerintahan sebelumnya juga pernah melakukan hal serupa. Yakni, ketika Indonesia mengambil PT Inalum dari Jepang dengan membayar pakai APBN.
"Tidak perlu ada overdosis yang berlebih, karena pernah terjadi juga pada 2013. Jadi (ini) suatu langkah korporasi biasa," ucapnya.
Baca juga: Rhenald Kasali Sebut Saat Jokowi Mulai Eksekusi Beli Freeport, AS Marah Besar
Said mengatakan, langkah pemerintah mengambil sebagian besar saham di Freeport sudah semestinya dilakukan.
"Jadi Freeport terjadi karena memang kondisinya harus terjadi. Said Didu jadi presiden pun terjadi juga," katanya.
Menurut dia, setidaknya ada lima hal terkait pengambilalihan 51,2 persen saham Freeport tersebut.
Yang pertama adalah habisnya kontrak dan harus diperpanjang sebelum 2021. Kedua, adanya kewajiban memenuhi Undang-Undang Minerba. Ketiga, Freeport mau menjual sahamnya. Keempat, PT Inalum bisa mendapatkan utang untuk membeli. Kelima kebijakan pemerintah yang mendukung.
"Jadi lima hal sekaligus terjadi. Apakah ini langkah bagus? Analisis saya ini langkah terbaik dari pilihan yang banyak yang memang ribet," kata dia.
Baca juga: Dapat Kabar Dirut Freeport Mundur, Said Didu Yakin Ada Masalah Serius
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.