Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Ungkap Kasus Fintech Ilegal yang Lakukan Pengancaman

Kompas.com - 08/01/2019, 20:00 WIB
Murti Ali Lingga,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap kasus penyedia layanan peer to peer (P2P) lending Fintech ilegal yang melakukan pengancaman. Selain itu, peminjam juga dikirim konten-konten pornografi atau asusila.

"Dan menakut-nakuti melalui media elktronik, yang dilakukan desk Colektor (debt collector) PT VCard Technology Indonesia. Yang mana memilili apkikasi VLoan," kata Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Rickynaldo Chairul saat konferensi pers di gedung Direktorat Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (8/1/2019).

Rickynaldo mengatakan, kasus itu terungkap setelah korban dari VLoan ini melaporkan kepada pihaknya. Karena mendapat perlakuan yang tidak semestinya dalam proses penagihan dana pinjamanan dari fintech ilegal.

"Korban yang melaporkan bahwa telah terjadi tindak pindana melanggar Undang-Undang ITE yang dilakukan desk colektor ini dalam rangaka penagihan per to per landing yang dilakukan fintech (ilegal). Fintech-nya adalah VLoan," jelasnya.

Dia menyebutkan, dalam perkara ini Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil menangkap empat tersangka. Mereka selama ini berperan sebagai debt collector yang menjalakan proses penagihan utang kepada pengguna VLoan.

"Ada empat tersangka yang sudah kami aman, yaitu IR, FJ, RS, dan WW. Keempat orang ini berperan sebagain desk colektor dari PT. VCard Technology Indonesia. Dalam hal ini memilki fintech dengan aplikasi VLoan," ujarnya.

Dia menjelaskan, sebelum mendapat pinjaman, para pengguna VLoan tersebut harus menyetujui beberapa persyaratan setelah mengunduh aplikasinya. Salah satu ialah menyetui seluruh data yang ada di handphone nasabah dapat diakses.

Sehingga kebijakan ini memudahkan VLoan untuk mengakses data yang dibutuhkan. Namun ini merupakan salah satu yang dilarang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi fintech-fintech di Indonesia.

"Besarannya (dana pinjaman) paling rendah Rp600.000 dan paling besar tinggi Rp1.200.000 dengan tempo tujuh hari. Selama 30 hari tidak ada berita dan kabar, ditagih susah, maka seluruh kontak yang ada di phone book (peminjam) itu dibikin satu grup (Whatspp) oleh para desk colektor ini dengan atas nama peminjam," tuturnya.

"Awalnya diberitahu (korban) memiliki hutang yang yang tidak dibayar. Masih sopan seperti itu, lama-lama mulai disebarkan konten pornografi, kekerasan, kemudian ditakut-takuti," lanjutnya.

Kini keempat tersangka tersebut masih berada di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri guna pemeriksaan lanjutan. Akibat perbuatannya mereka disangka sejumlah pasal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com